Senyum Wiwik, TKW asal Lampung Tengah yang diperas dan diperalat majikan untuk meminjam uang di Bank Perkriditan akhirnya
mengembang saat hakim menyatakan: tidak terbukti bersalah dan berhak memenangkan gugatan sebesar HK$ 9000. Kepada penulis yang menemuinya di shalter Koalisi Tenaga Kerja Indonesia (Kotkiho) Wiwik menuturkan perjalananya bekerja dirumah majikan, ditengah ia bersiap kembali ke tanah air(2/2)..
Namaku Wiwik Indriani(27tahun). Lahir sebagai anak ke-3 dari 7 bersaudara dari keluarga tani. Pada 2002, aku berangkat ke Taiwan melalui PT. Jaker Sari Buana, Jakarta Timur, sebagai pramuwisma di daerah Taipe. Baru satu tahun setengah bekerja, aku dan teman-temna harus rela di deportasi oleh pemerintahan Negara itu. konon, menurut keterangan PT, yang memberangkatkan kami, Taiwan menutup penerimaan migrasi dari Indonesia. Bahkan yang sudah berada di Negara itupun harus rela di pulangkan
Merasa tak mungkin kembali kenegara itu, aku yang Cuma lulusan SMA di Lampung ini akhirnya berangkat ke Hong Kong melalui PT Trigana, jakrta Barat. Dan di tempatkan di daerah Apre Chau, Abarden. Seperti kebanyakan domestic helper yang baru pertama kali bekerja di Negara ini, potongan tujuh bulan gaji (21juta) di berlakukan pula padaku.
Namun sayangnya, menginjak bulan ke-8 aku bekerja di tempat tersebut, terasa ada yang ganjil soal gajiku. Semestinya gaji yang ku terima sebesar HKD$3320 seperti bulan-bulan sebelumnya, namun ternyata bulan ke-8 seusai potongan tujuh bulan, justru gaji yang ku terima jadi menurun menjadi $2000(2juta). Sudah gitu, selama ini diriku tidak di beri hak libur oleh sang majikan dengan alasan sudah menjadi perjanjian antara agenku dan majikan. Jelas, semua tak sesuai dengan perjanjian yang ku tandatangani tempo hari. Oleh karenanya, aku tak terima gajiku di monopoli majikan dan agen.
Mendapatkan masalah yang seperti itu, aku meminta kejelasan soal gaji dan hak liburku pada mereka. Namun sayang, majikanku malah marah-marah hingga akhirnya mendeportasiku setelah bekerja di apartemennya selama delapan bulan. Angkat kaki dari rumah majikan dan kembali ke agen.
Top Mild, agenku, yang berdomisili di kota Mong Kok, mencarikan majikan baru buat aku yang eks Taiwan ini. Tak seberapa lama, majikan kudapat. Penandatanganan kesepakatan sesuai kontrak kerja pun berlangsung. Yang di antaranya juga menyangkut upah maupun hak libur yang sesuai dengan peraturan yang di berlakukan pemerintah setempat. Dengan harapan agar penipuan seperti majikan pertama tak terulang lagi.
Setelah terjadi kesepakatan antara aku, agen dan majikan, aku pulang ke Indonesia sambil menunggu visa. Sebulan di tanah air, visapun turun dan aku terbang lagi ke Negara tiarai bamboo. Hong Kong. Langsung menuju ke rumah majikan yang beralamat di 1/F no. 72 Jocky Club Road- Shueng Shoe.
Tak ada yang sulit bekerj adi tempat ynag baru itu. meskipun rumah itu berbentuk Villa. Hanya karena aku sedikit kesulitan berkomunikasi dengan bahasa Cantonish membuat kau beserta anggota keluarga jarang terjadi percakapan.
Hari-hari kau lalui dengan kesibukan monoton, yaitu antar jemput anak kesekolah, membersihkan rumah dan jug apekerjaan lainnya. Tapi tiap tanggal merah aku menikamti liburan seperti kebanyakan Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang mengerti dan faham akan hak-haknya sebagai pekerja asing.
Menginjak 30 hari aku bekerja, gajian pertamapun aku terima. Tapi alangkah kagetnya aku, soalnya majikan Cuma memberiku gaji sebesar dua juta seperti halnya majikanku yang pertama. Aku pun protes pada majikan dan agen. Tapi ternyata, mereka adalah manusia-manusia yang licik dan keji. Pandai sekali mereka bersilat lidah. Buktinya kau kalah di dalam adu argument denganmereka. “ah, sudahlah. Lelah juga rasanya”kataku dalam hati.
Kekecewaanku pada mereka, ku simpan saja dalam hati dan aku tetap bekerj aseperti biasa. meski sejak itu tak lagi ada simpati buat mereka.
Masalah yang menderaku tak hanya sampai di situ. Pada bulan ketiga, majikanku yang tka tahu diri itu malah memperalatku untuk meminjam uang pada bangk perkeriditan yang berkantor di Causway Bay. Semula aku tak mengerti, manakala sang majikan mengajakku ke kantor Bank pada September 2005. sesampai di tempat itu, majikan menyuruhku menyerahkan dokumen penting pada staf agent. Urusan biodata dan mengisi form kelar, aku juga diminta menandatangi lampiran itu. setelah itu, aku menerima uang kontan sebesar $20.000(20juta). Saat itu aku memang hnaya manut saja pada perintah majikan. Dan baru sadar dari penipuan yang di lakukan majikan setelah sampai rumah. Dimana majikan meminta uang itu di serahkan seluruhnya kepadanya. Aku bertambah tak berkutik lagi, ketika majikan berjanji akan menyicil peminjaman uang tersebut dalam tenggang waktu setahun.
Masalah yang kian menghimpit kerap bermunculan menderaku. Bukan saja gaji yang sudah dimonopoli atau diperalatnya aku dalam peminjaman uang. Tapi pekerjaan sehari-haripun semakin meningkat dan berat. Di tambah lagi majikanku suka ngoceh dengan volume tinggi. akibatnya, kau sering sakit0sakitan. Baik demam maupun dada yang tiba-tiba terasa sesak. Berta badankupun menurun drastic setelah bekerja hamper empat bulan di tempat tersebut. Anehnya majikan asyik-asyik saja alias tak peduli dengan keadaan yang ku alami. Mencuri-curi waktu dengan biaya ke Dokter dengan biaya sendiri terpaksa ku lakukan karena majikan tak mahu tahu soal biaya pengobatan.
Dengan keadaan tak perdaya, aku akhirnya memilih lari dari rumah majikan dan menuju penampungan sementara yang didirikan organisasi BMI bagi buruh yang bermaslah. Kau kemudian, melaporkan tindakan majikan pada Labour Departemen. Terpaksa ku tempuh jalan itu, sebab aku tak ingin terus di jadikan bulan0-bulanan agen, majikan dan fihak bank perkeriditan.
Beruntung, Cuma sebulan urusanku dengan majikan kelar. Aku bisa pulang ke tanah air dengan membawa uang hasil gugatan yang ku menangkan terhadap majikan. Tobat rasanya, aku kerja di Hong Kong. Barangklai rezekiku ada di Taiwan. Mudah-mudahan aku bisa kembali bekerja di Negara itu. dengar-dengar pemerintah itu sudah membuka dan menerima pekerja dari Indonesia.
Kristina Dian S
Catatan: sudah di publikasi Majalah Liberty edisi 1-10 maret 2006 di kolom Kabar Dari Seberang.
mengembang saat hakim menyatakan: tidak terbukti bersalah dan berhak memenangkan gugatan sebesar HK$ 9000. Kepada penulis yang menemuinya di shalter Koalisi Tenaga Kerja Indonesia (Kotkiho) Wiwik menuturkan perjalananya bekerja dirumah majikan, ditengah ia bersiap kembali ke tanah air(2/2)..
Namaku Wiwik Indriani(27tahun). Lahir sebagai anak ke-3 dari 7 bersaudara dari keluarga tani. Pada 2002, aku berangkat ke Taiwan melalui PT. Jaker Sari Buana, Jakarta Timur, sebagai pramuwisma di daerah Taipe. Baru satu tahun setengah bekerja, aku dan teman-temna harus rela di deportasi oleh pemerintahan Negara itu. konon, menurut keterangan PT, yang memberangkatkan kami, Taiwan menutup penerimaan migrasi dari Indonesia. Bahkan yang sudah berada di Negara itupun harus rela di pulangkan
Merasa tak mungkin kembali kenegara itu, aku yang Cuma lulusan SMA di Lampung ini akhirnya berangkat ke Hong Kong melalui PT Trigana, jakrta Barat. Dan di tempatkan di daerah Apre Chau, Abarden. Seperti kebanyakan domestic helper yang baru pertama kali bekerja di Negara ini, potongan tujuh bulan gaji (21juta) di berlakukan pula padaku.
Namun sayangnya, menginjak bulan ke-8 aku bekerja di tempat tersebut, terasa ada yang ganjil soal gajiku. Semestinya gaji yang ku terima sebesar HKD$3320 seperti bulan-bulan sebelumnya, namun ternyata bulan ke-8 seusai potongan tujuh bulan, justru gaji yang ku terima jadi menurun menjadi $2000(2juta). Sudah gitu, selama ini diriku tidak di beri hak libur oleh sang majikan dengan alasan sudah menjadi perjanjian antara agenku dan majikan. Jelas, semua tak sesuai dengan perjanjian yang ku tandatangani tempo hari. Oleh karenanya, aku tak terima gajiku di monopoli majikan dan agen.
Mendapatkan masalah yang seperti itu, aku meminta kejelasan soal gaji dan hak liburku pada mereka. Namun sayang, majikanku malah marah-marah hingga akhirnya mendeportasiku setelah bekerja di apartemennya selama delapan bulan. Angkat kaki dari rumah majikan dan kembali ke agen.
Top Mild, agenku, yang berdomisili di kota Mong Kok, mencarikan majikan baru buat aku yang eks Taiwan ini. Tak seberapa lama, majikan kudapat. Penandatanganan kesepakatan sesuai kontrak kerja pun berlangsung. Yang di antaranya juga menyangkut upah maupun hak libur yang sesuai dengan peraturan yang di berlakukan pemerintah setempat. Dengan harapan agar penipuan seperti majikan pertama tak terulang lagi.
Setelah terjadi kesepakatan antara aku, agen dan majikan, aku pulang ke Indonesia sambil menunggu visa. Sebulan di tanah air, visapun turun dan aku terbang lagi ke Negara tiarai bamboo. Hong Kong. Langsung menuju ke rumah majikan yang beralamat di 1/F no. 72 Jocky Club Road- Shueng Shoe.
Tak ada yang sulit bekerj adi tempat ynag baru itu. meskipun rumah itu berbentuk Villa. Hanya karena aku sedikit kesulitan berkomunikasi dengan bahasa Cantonish membuat kau beserta anggota keluarga jarang terjadi percakapan.
Hari-hari kau lalui dengan kesibukan monoton, yaitu antar jemput anak kesekolah, membersihkan rumah dan jug apekerjaan lainnya. Tapi tiap tanggal merah aku menikamti liburan seperti kebanyakan Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang mengerti dan faham akan hak-haknya sebagai pekerja asing.
Menginjak 30 hari aku bekerja, gajian pertamapun aku terima. Tapi alangkah kagetnya aku, soalnya majikan Cuma memberiku gaji sebesar dua juta seperti halnya majikanku yang pertama. Aku pun protes pada majikan dan agen. Tapi ternyata, mereka adalah manusia-manusia yang licik dan keji. Pandai sekali mereka bersilat lidah. Buktinya kau kalah di dalam adu argument denganmereka. “ah, sudahlah. Lelah juga rasanya”kataku dalam hati.
Kekecewaanku pada mereka, ku simpan saja dalam hati dan aku tetap bekerj aseperti biasa. meski sejak itu tak lagi ada simpati buat mereka.
Masalah yang menderaku tak hanya sampai di situ. Pada bulan ketiga, majikanku yang tka tahu diri itu malah memperalatku untuk meminjam uang pada bangk perkeriditan yang berkantor di Causway Bay. Semula aku tak mengerti, manakala sang majikan mengajakku ke kantor Bank pada September 2005. sesampai di tempat itu, majikan menyuruhku menyerahkan dokumen penting pada staf agent. Urusan biodata dan mengisi form kelar, aku juga diminta menandatangi lampiran itu. setelah itu, aku menerima uang kontan sebesar $20.000(20juta). Saat itu aku memang hnaya manut saja pada perintah majikan. Dan baru sadar dari penipuan yang di lakukan majikan setelah sampai rumah. Dimana majikan meminta uang itu di serahkan seluruhnya kepadanya. Aku bertambah tak berkutik lagi, ketika majikan berjanji akan menyicil peminjaman uang tersebut dalam tenggang waktu setahun.
Masalah yang kian menghimpit kerap bermunculan menderaku. Bukan saja gaji yang sudah dimonopoli atau diperalatnya aku dalam peminjaman uang. Tapi pekerjaan sehari-haripun semakin meningkat dan berat. Di tambah lagi majikanku suka ngoceh dengan volume tinggi. akibatnya, kau sering sakit0sakitan. Baik demam maupun dada yang tiba-tiba terasa sesak. Berta badankupun menurun drastic setelah bekerja hamper empat bulan di tempat tersebut. Anehnya majikan asyik-asyik saja alias tak peduli dengan keadaan yang ku alami. Mencuri-curi waktu dengan biaya ke Dokter dengan biaya sendiri terpaksa ku lakukan karena majikan tak mahu tahu soal biaya pengobatan.
Dengan keadaan tak perdaya, aku akhirnya memilih lari dari rumah majikan dan menuju penampungan sementara yang didirikan organisasi BMI bagi buruh yang bermaslah. Kau kemudian, melaporkan tindakan majikan pada Labour Departemen. Terpaksa ku tempuh jalan itu, sebab aku tak ingin terus di jadikan bulan0-bulanan agen, majikan dan fihak bank perkeriditan.
Beruntung, Cuma sebulan urusanku dengan majikan kelar. Aku bisa pulang ke tanah air dengan membawa uang hasil gugatan yang ku menangkan terhadap majikan. Tobat rasanya, aku kerja di Hong Kong. Barangklai rezekiku ada di Taiwan. Mudah-mudahan aku bisa kembali bekerja di Negara itu. dengar-dengar pemerintah itu sudah membuka dan menerima pekerja dari Indonesia.
Kristina Dian S
Catatan: sudah di publikasi Majalah Liberty edisi 1-10 maret 2006 di kolom Kabar Dari Seberang.
Said
Membaca artikel ini, saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa saudari ini. Mudah-mudahan dengan kesabaran yang dimiliki dpt menguatkan iman dalam menghadapi cobaan yg berat ini.
Said
repl>> Ini hanya satu dari sekian banyaknya yang mengalami kasus ini mas. Masih banyak dan lebih berat lagi. harapan kita semua sama seperti harapan mas,yaitu SABAR.
Said
Perlindungan dari pemerintah terhadap saudara2 kita yang bekerja diluar ini belum maksimal, jangankan dluar, saat kembali saja di bandara mereka diperas, padahal mereka adalah salah satu pahlawan devisa bagi negara ini...yach tawakkal aja ...
Said
Tapi walaupun sering mendapatkan kasus seperti itu, tetep aja gigih demi untuk masa depannya yaaa?... Memang mereka itu termasuk wanita-wanita yang perkasa dan tidak mudah menyerah...maju terus pantang mundur...aku selalu mendukung kalian....
Said
rep:
@andi mujahidin:sangat disayangkan sekali sebenarnya. tapi memang beginilah
====
@jalu:ya..karna kondisi perekonomian kita ditanah air tak cukup layak sih. mau gimana lagi?
Said
Kayak orang udah jatu ketimpa tangga..