WAN CHAI DISCOTIQ

Oleh: Kristina Dian Safitry

Kemarin aku bersama ke-4 teman bermain ke Wanchai. Salah satu kota di Hong Kong yang dikenal sebagai tempat hiburan terbesar yang ada di Negara ini. Sekitar pukul 2 kami star dari Causeway Bay pakai jalan kaki, gak makai taksi seperti kebiasaan selama ini. Jaraknya hanya 10 menit dari Building House milik Yessy temanku. Hal itu aku sengaja, supaya aku bisa mengambil foto-foto disepanjang Lochard Road. Tentu saja sekalian ngelihat para BMI yang mayoritas berkelompok menuju Wanchai. Kemarin, aku sengaja pakai celana panjang yang mulai kedodoran. Badanku nyusut dua kg dalam sebulan ini. Ku padu dengan kaos ketat hijau tua. Rambut kubiarkan bergerai menyentuh ikat pinggang celana. Teman temanku semua tak ada yang pakai rok mini, sama seperti aku.

Puas berkeliling, kami akhirnya melabuh di New Makati Discotig. Masuk tanpa dikenai biaya seperti para pengunjung lain sebesar 40-60 dollar HK. Pembedaan soal biaya diberlakukan fihak discotig dengan criteria: bukan bule, bukan pria, dan bukan tomboy.
Di sudut ruangan kami memilih tempat duduk. Tempat strategis untuk “memantau” aktifitas para pengunjung yang mayoritas berpasang-pasangan. Mataku sempat gerah ketika “turun hall” dikelilingi oleh pasangan-pasangan yang gak mau tahu dengan orang sekitar. Seolah dunia ini hanya milik mereka berdua. Mengutip kalimat ‘’kedai KOPISUSU” aku melihat banyak BUPATI beraksi. Maklum hari semakin merangkak, para pria hidung belang mulai bermunculan.

Bukan hanya sekali itu aku datang ke Wanchai. Aku masih ingat, pada tahun 2005 hampir setiap minggu selama 2 bulan aku bermain kesono. Waktu itu aku sedang nyelesin artikel Berita Fenomena (laporan khusus) di Tabloid Indonesian Helper. Dua bulan berita judul: MENYIKAPI LIBURAN DIKALANGAN BURUH MIGRANT baru bisa terpublikasi. Setahun kemudian aku bertandang lagi menemani Fransisca Ria Susanti, koresponden SINAR HARAPAN, Jkt. Menyusul lagi pada saat menemani Mas Asa, penulis freelance, sekaligus timku di Tabloid Apakabar yang bertugas di bagian Jawa Timur. Terakhir kali tahun kemarin ‘’memburu’’ narasumber atas tertangkapnya 2 TKW asal Malang yang kini khabarnya dijebloskan ke penjara Stanly.


Bukan karena putus cinta jika minggu kemarin aku ke discotiq. Sungguh bukan karena itu. Ada beberapa hal yang mendorongku mendatangi DuGem Wanchai. Yang pertama aku sedang observasi tema: Dampak Kebijakan Two Week Rule. Yang kedua: sekedar surve terhadap BMI pemakai narkoba. Syukur-syukur bisa membaur dengan kelompok-kelompok pekerja Indonesia yang sepertinya semakin banyak saja yang mengkonsumsi narkoba. Setidaknya ini menjadi sebagian dari tindak lanjut yang kulakukan atas ‘’tantangan’’ dari FAKTA NEWS.


Beruntung seandainya aku bisa mengkoordinir mereka membentuk komunitas, seperti yang pernah ku lakukan di tahun 2004 yang hingga kini masih bertahan dan dikenal BMIHK. Kreasi Seni Nusantara(KSN) nama organisasi yang kubentuk itu dan baru memakai nama ini pada Oktober 2006. Sebelumnya memakai nama Komunitas Tomboy Taipo(KTT). Karna kali pertama aku membentuk komunitas berangkat dari BMI BMI berpenampilan Tomboi yang keseluruhanya bekerja di daerah Taipo, New Territoris. Setelah berhasil mengkoordinir sekitar 60 anggota (pembentukan pertama) dan mereka sepakat mengarah pada kesenian-dua tahun kemudian- perubahan nama dan gebrakanpun dimulai. Aku tak munafik, atas kecenderunganku ketempat hiburan berdampak buruk bagi kehidupanku secara pribadi maupun umum. Ya, konotasinya emang kurang bagus. Perempuan, masih gadis pula, keluyuran ke tempat hiburan. Anggapan tak sedap kerap aku terima, tetapi apakah aku akan menghentikan langkah hanya karena pandangan awam pada umumnya? "TAMAT"

14 komentar di "WAN CHAI DISCOTIQ"

Posting Komentar