Prakter Underpayment: MENUNGGU SIKAP TEGAS PEMERINTAH

CAUSEWAY BAY –
Dengan dukungan Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan se-Dunia (CEDAW) Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Coalition for Migrants’ Right (CMR), Koalisi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (Kotkiho) kembali melancarkan kampanye lewat aksi unjuk rasa pada Minggu.


Tak berbeda dengan aksi pertama, yang digelar dua pekan sebelumnya, kampanye kali
ini juga dimeriahkan dengan panggung hiburan di lapangan Victory. Hiburan disuguhkan, sebelum rombongan – yang jumlahnya mencapai 2.000 orang – memulai arak-arakan menuju KJRI, Legislative Council, sebelum berakhir di Government Office Hong Kong
Isu yang mereka angkat: mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap praktek underpayment dan biaya agen yang terlalu mahal. Mereka juga menuntut pemerintah HK mencabut aturan dua minggu (two week rule).
Untuk mengetahui lebih jauh ihwal tuntutan yang terus diperjuangkan komunitas BMI ini, Apakabar mewawancarai Ketua Indonesian Migrant Worker Union (IMU) Sartiwen. Petikannya:
Menurut Anda, apa sebenarnya faktor kunci yang memicu ptaktek underpayment?

Bagi saya, maraknya praktek underpay – yang dialami oleh 42 persen BMI di HK (data 2004) – berawal dari agen HK. Mereka berupaya memenuhi tuntutan pasar, terkait dengan permintaan majikan yang mencari buruh dengan gaji di bawah standar. Dari sini, agen berpotensi menawarkan BMI dengan harga murah. Lalu, bersama-sama dengan PJTKI, mereka mengatur penempatan BMI dengan sedemikian rapi. Makanya, sejak di penampungan, kita sering mendengar istilah gaji plan A dan plan B.

Maksudnya?
Konon, plan A diterapkan untuk BMI yang sudah punya pengalaman bekerja di luar negeri (eks). Sehingga, ia bisa dipekerjakan ke negara tujuan dengan harga tawar tinggi atau memperoleh haknya sebagai pekerja sesuai peraturan negara setempat. Sementara, BMI yang masih minim pengalaman, dikelompokkan dalam kategori plan B. Ia dipekerjakan dengan gaji di bawah standar dan tanpa hak libur.

Di sini, BMI mengira, PJTKI memberlakukan peraturan tersebut berdasarkan pengalaman kerja yang dimiliki BMI. Padahal, sejujurnya mereka tidak tahu jika sudah menjadi korban dari permainan peraturan bikinan PJTKI. Mereka cenderung menerima begitu saja dikasih plan B. Artinya, mereka juga tidak tahu sudah melanggar hukum ketenagakerjaan di negara tujuan.

Bukankah pemerintah seharusnya membekali pengetahuan tentang hak dan kewajiban BMI sebelum berangkat?
Itulah yang kami sayangkan. Kenapa pemerintah tidak berupaya melakukan itu, sehingga berakibat BMI melanggar kontrak kerja. Padahal, pemerintah punya kesempatan untuk itu. Misal, ketika calon BMI mengikuti seminar sehari di Disnaker sebelum diberangkatkan ke luar negeri.

Kalau warga HK (majikan) dianggap berperan dalam memicu praktek underpayment, bukankah mereka bisa terjerat aturan pemerintahnya sendiri?
Pemerintah HK memang memberikan sejumlah perlindungan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan (Employment Ordinance). Namun, faktanya, masih banyak masyarakat maupun agen HK yang melakukan pelanggaran kontrak. Seharusnya, pemerintah HK ikut bertanggung jawab memberikan pendidikan dan penyadaran hukum pada masyarakatnya.

Atau, jangan-jangan, BMI sendiri takut melaporkan majikan yang melanggar ketentuan upah?
Siapa bilang BMI tak berani melapor? Tiap tahun, tak kurang dari 150 BMI korban gaji bawah standar yang melaporkan majikannya. Bahkan sampai mengajukan gugatan, baik ke Labour Departement maupun Labor Tribunal. Kenyataannya, hingga kini tak satu pun majikan yang menerima hukuman sesuai ketentuan hukum yang tertulis dalam HK Employment Ordinance. Padahal, di situ jelas dinyatakan: majikan yang telah terbukti memberikan gaji tidak sesuai ketentuan upah yang berlaku, akan terancam hukuman penjara 1,5 tahun dan denda sebesar HK$ 350.000.

Selain ”rancangan” yang apik dan sistematis antara majikan, agen, dan PJTKI, adakah penyebab lain?
Ada, penyebabnya adalah biaya tinggi yang dipatok agen. Menurut kami, peraturan mereka sangat keterlaluan. Bayangkan, bagi new domestic helper diharuskan membayar potongan HK$ 21.000, dicicil selama tujuh bulan berturut-turut (@ HK$ 3.000) dengan sistem potong gaji. Padahal, dalam UU Kebijakan Upah Minimum (Minimum Allowable Wage), agen hanya diizinkan mengambil 10% dari gaji pertama.

Yang lebih menyedihkan, setelah BMI kelar membayar potongan agen, mereka kadang harus bersiap menghadapi masalah di-PHK majikan. Modusnya: setelah BMI lunas membayar potongan, si agen berulah dengan menawari majikan untuk mencarikan pembantu baru. Dengan begitu, ia bisa kembali menarik keuntungan dari BMI yang baru. Celakanya, sampai sekarang, pemerintah kita tidak bisa secara tegas menindak agen dan PJTKI, bahkan terkesan dibiarkan berlarut-larut.

Sudah ada upaya berdialog secara nasional?
Wah, yang namanya dialog sudah sering kami lakukan. Contoh, pada 14 Mei 2006 di Causeway Bay. Dialog tersebut dihadiri oleh seluruh anggota Kotkiho, ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Christian Action, Konsulat, Labour Departement, Oxfam, Persatuan PJTKI, Hokindo, Kopbumi (LSM NGO), AMC, dan Darnat Peka Bumi. Setelah itu, katanya akan diadakan pertemuan lagi pada Agustus 2006. Nyatanya, sampai sekarang (Desember, Red.) belum ada kelanjutan.

Kesan Anda terhadap pertemuan itu?
Mengecewakan! Saya benar-benar kecewa dengan pihak pemerintah Indonesia. Masak, jauh-jauh datang dari Jakarta, pas waktunya meeting, eh malah tertidur di meja ruang rapat. Ini pertanda, pemerintah tidak serius membahas masalah BMI. Padahal mereka datang ke HK dengan duit dari anggaran negara.

Kalau lobi internasional?
Itu juga tidak kurang. Antara lain, lewat rapat di sidang ILO di Jeneva pada 2003. Agustus 2006, IMWU juga mengirim seorang delegasi untuk menghadiri sidang ke-36 Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan di seluruh dunia (CEDAW) PBB di New York. Dalam kesempatan itu, kami berhasil memasukkan beberapa isu buruh migran. Di antaranya, kebijakan New Condition of Stay (NCS) dan Two Week Rule atau aturan dua minggu, yang selama ini juga kami perangi. (Kristina Dian S)

29 komentar di "Prakter Underpayment: MENUNGGU SIKAP TEGAS PEMERINTAH"

Posting Komentar