LESBIAN MEMANFAATKAN AKU

”Padahal selama jalan bareng, akulah yang sering keluar uang. Tabunganku ludes untuk menuruti segala keegoannya, yang tak ingin dianggap TB kampungan. Penampilan, alat komunikasi juga nggak mau kalah dengan yang lain. Pokoknya dia ingin selalu mengikuti tren TB(Tomboi). Biar dianggap TB gaul.

Yup, tiga tahun sudah aku bekerja di Hong Kong. Meninggalkan sanak saudara di Cilacap, Jawa Tengah, kampung halamanku. Meski sudah tiga tahun, namun selama itu tidak membuahkan hasil apa pun dari hasil keringatku membanting tulang di rumah majikan, di North Point. Itu semua berawal dari perkenalanku dengan R. bukan hanya penghasilan yang hancur berantakan, tetapi hati dan hidupku ikut jadi ndak karuan. Pertama kali mengenalnya, aku memang tak pernah menyadari adanya bahaya yang mengancam. Setelah semua berkeping, baru aku menyadari ”kekeliruan” itu.



R, seorang teman perempuan yang kukenal di sini. Ia memiliki wajah dan sikap yang mirip sekali dengan laki-laki. Di mataku, ia begitu tampan, apalagi di depanku ia selalu menunjukkan sikap baik. Penyayang, pengertian, ramah, pokoknya aku tak pernah berpikir jika di kemudian hari ia bakal menyakiti diriku. Sama sekali aku tak tahu kalau ada sesuatu yang diharapkan dariku.
Dulu aku memang terlalu lugu. Pergaulanku pun terbilang minim. Itu yang membuat aku terjatuh dalam rasa suka terhadap sesama jenis. Aku belum merasakan jatuh cinta dengan lawan jenis. Barangkali itu salah satu alasan, kenapa aku bisa tergila-gila dengan R. Ia adalah segalanya bagiku saat itu. Yang ada dalam hati dan hidupku hanya ada dia, dia, dan dia. Tidak ada yang lain yang kupikirkan selain dia. Ugh, betapa aku sangat menyayangi R.

Empat bulan ”deketan” dengan R, ia mulai menyuruhku meminjam utang di bank perkreditan. Ia beralasan, ibunya sakit jantung dan butuh uang untuk berobat dan masuk RS. Meskipun kalimatnya begitu halus lembut, tetapi saat itu aku sempat kaget luar biasa. Logikanya, R kan juga kerja di rumah majikan yang otomatis bergaji. Jelas, aku keberatan terhadap permintaan itu. Tetapi karena setiap hari aku didesak, dengan gayanya yang menunjukkan kayak orang kepepet, aku jadi iba. Terpaksa kuiyakan, meski berat terasa.
Bersama R aku pergiu ke kantor bank untuk mengambil uang pinjaman pertama. Sesampai di sana, R kembali mendesakku agar meminjam uang sebesar HK$ 17.000. Kepadaku dia berjanji akan membayar cicilan setiap bulan. Sekali lagi, aku terpaksa mempercayai janji dan ucapannya.

Waktu pembayaran tiba, bulan pertama dia bilang tak punya uang karena belum gajian. Belum berikutnya juga sama. Dua-tiga bulan aku masih berusaha diam, membayar angsuran. Kalau tidak kubayar aku takut aku sendiri yang bakal menghadapi masalah. Sebab, seluruh biodata peminjaman menggunakan dokumenku. Bulan keempat, komunikasi denganku mulai berkurang. Tiap kali kutelepon dia malah ”nyemprot” balik, meskipun tujuan menelepon belum tersampaikan. Setiap kali kukirim SMS pun, R tak mau membalasnya.
Seharusnya R mengerti, dari mana aku mendapat uang kalau setiap bulan habis dipakai untuk bayar angsuran. Bukankah aku juga butuh uang untuk hidup di Hong Kong, juga untuk keluargaku di tanah air? Tetapi R tak kunjung mengerti. Sekalipun begitu, aku masih berusaha memahami. Masalahnya, dengan apa lagi aku meminta R memahami, kalau dikontak saja tak mau membalas?Di saat aku dilanda kebingungan, aku beroleh kabar dari T (sahabat akrabnya), kalau R punya Lou Bo lagi. Tetapi aku tidak serta merta percaya pada kabar burung itu, sebelum aku melihat atau menyaksikannya sendiri. Bukan sesuatu yang tidak mungkin, kabar itu diembuskan orang-orang yang ingin merusak hubungan kami. Atau, bisa jadi, isu-isu seperti itu sengaja dilontarkan oleh teman-teman yang iri pada kebahagiaan kami. Karena, memang seperti itulah yang sering terjadi di sekelilingku.
Pada suatu kesempatan, aku menanyakannya baik-baik pada R. Tetapi dia bilang kalau feminis bernama Imel yang ngejar-ngejar dia. Sementara ia sendiri tak pernah ada hati untuk Imel. Masih dengan gayanya yang sok romantis, R berjanji tak akan pernah selingkuh. ”Hanya kamu milikku selamanya,” begitu dia bilang. Bunga cinta yang pernah ada kembali bermekaran setelah sempat layu karena masalah pembayaran angsuran.

Mumpung ketemu, dalam kesempatan itu kembali kusampaikan: aku butuh uang. Itu memang benar, kemarin orangtuaku minta kiriman. Namun, seperti yang sudah-sudah, dia bilang belum ada uang. Heran, ke mana larinya uang dia? Padahal, selama jalan bareng, akulah yang sering keluar uang. Tabunganku ludes untuk menuruti segala keegoannya, yang tidak ingin dianggap TB kampungan. Penampilan, alat komunikasi juga tak mau kalah dengan yang lain. Pokoknya, dia ingin selalu mengikuti tren TB. Biar dianggap TB gaul.

Aku. Ya, aku. Seolah aku tak pernah ada dalam pikirannya. Meminta sesuatu dariku sekaligus bayar utang itu tanpa sedikit pun mau memikirkan aku. Kalau dia memikirkan aku, kenapa ketika aku mengeluh soal keuangan, dia bilang tak ada uang dan dijanjikan akan dipinjamkan pada temannya? Apakah ini yang disebut sayang? Apakah ini yang dinamakan cinta? O dunia, katakanlah padaku…!

Lama aku merenung. Lama aku memutar ulang awal kenal, awal aku terjun ke dunia LB. Apa dan kenapa aku memilih jalan yang belum tentu direstui ayah bunda? Hanya satu, aku butuh kasih sayang dan kebahagiaan. Tetapi apa yang telah kudapatkan? Kebahagiaankah? Kasih sayangkah? Ataukah cinta sejati yang selama ini kuagung-agungkan? Tidak ada! Sama sekali tidak ada untungnya. Kalaupun ada, hanya sesaat waktu, kedamaian semu semata. Bukan kebahagiaan hakiki.

Penyesalan selalu hadir belakangan. Aku yang terdampar dalam penderitaan dan penyesalan, bertekad meninggalkan dunia itu. Dunia yang hanya membuatku sengsara. Meski berat terasa, izinkan aku mencobanya. Sekiranya masih ada kepedulian dari teman-teman untuk membantuku bangkit melawan penderitaan ini.(Dituturkan ”U” kepada Kristina Dian S dari Apakabar)

75 komentar di "LESBIAN MEMANFAATKAN AKU"

Posting Komentar