Siksa Di"Kebun Binatang"

Oleh: Kristina Dian Safitry
Dua bulan bekerja di sebuah vila di Yuenlong, ibarat setahun hidup di neraka. Tita harus bekerja di luar batas kemanusiaan.Ia harus memelihara 50-an jenis hewan piaraan. Sementara, dalam sehari, praktis ia cuma tidur sejam, sebelum akhirnya: di-terminate majikan tanpa ampun.
Wajahnya masih pucat berhiaskan bekas luka. Tubuhnya kecil, kurus, dan kelihatan masih
gemetar. Tiada senyum, apalagi tawa dari sela-sela bibirnya yang kering. Ia lebih banyak menunduk, tak bersuara, saat ditemui Apakabar di kantor Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia(ATKI), beberapa waktu lalu. Butuh kesabaran ekstra untuk mengorek cerita dari gadis kelahiran 1986 asal Jawa Timur ini.

Setamat SMA (2005), Tita berkeinginan kuat membantu memperbaiki ekonomi keluarga, sekaligus membiayai sekolah bagi kedua adiknya. ”Sebagai anak sulung, saya merasa memiliki tanggung jawab setelah lulus sekolah,” tuturnya. Untuk mewujudkan dorongan hati, ia pun mendaftar ke PT Sukses Mandiri, Bekasi, Jawa Barat.


Bersyukur, tak lama masuk penampungan, ada majikan yang menginginkan tenaganya. Surat kontrak kerja ia tanda tangani pada 15 September 2006. Berisi uraian tugas yang harus ia kerjakan: cuci mobil, memlihara taman dan 10 ekor anjing. Tepat setelah enam bulan di penampungan, ia pun berangkat pada 17 November 2006. Anak buah Kasa Maid Agency itu langsung mulai bekerja di sebuah vila bertingkat tiga 297 Pak Sha Tsuan, Yuenlong.

Kali pertama memasuki vila, Tita kaget mendapati suasana di tempat kerjanya. Pasalnya, vila yang dihuni lima anggota keluarga itu, lebih pantas disebut kebun binatang. Ada 30 ekor anjing berkeliaran di area dan di dalam rumah. Marmut 10 ekor dan tujuh kelinci yang juga dibiarkan lepas. Ada pula 11 ekor kura-kura berukuran besar-kecil. Belum lagi tujuh sangkar yang berisi aneka jenis burung, serta beragam jenis ikan di kolam halaman vila dan akuarium.

”Di vila itu, tugas saya merawat rumah dan hewan, karena anak-anak majikan sudah besar,” ujarnya. Tak merawat anak, tentu, bukan berarti pekerjaannya jadi ringan. Mencuci mobil, membersihkan rumah tiga tingkat, halaman, menyetrika, masak, dan mencari rumput untuk hewan mamalia. Sang majikan mengultimatum: ia boleh tidur jika seluruh pekerjaan sehari telah beres. ”Praktis, dalam sehari, saya cuma memiliki waktu tidur 30-60 menit,” imbuhnya.

Selama bekerja di dusun pelosok itu, tak sekalipun Tita melahap nasi di siang hari. Jatahnya cuma dua lembar roti. Itupun kalau ia sudah menyelesaikan tugas rutin di pagi hari: menyapu, membersihkan halaman, kolam, juga menyiram bunga. Kalau belum kelar, ia cuma berhak atas selembar roti.

Untuk mendapatkan semangkok nasi, Tita harus ”berjuang” keras sehari penuh. Baru sekitar pukul 3-4 dini hari, setelah majikan memastikan tidak ada pekerjaan yang tercecer, ia beroleh nasi. Berlanjut membersihkan badan dan melepas lelah sejenak.

Tubuh Tita memang penuh bekas luka. Di pipinya, ada warna putih akibat kena seterika. Kaki dan tangannya tak semulus dulu, sebelum ia tiba di Hong Kong. Pahanya membiru. Kedua matanya berlingkar warna hitam pekat. Giginya pun copot satu di bagian depan.

Menurut Tita, giginya tanggal akibat terbentur benda keras. Saat itu, seperti biasa, pada pukul 1 dini hari, ia pergi membuang sampah memakai troller ke luar area rumah. Saking ngantuknya, tiba-tiba ia kesliyer. Pegangan troller terlepas, meluncur ke bawah. Ia hampir terjatuh ke tanah. Entah wajahnya terbentur di mana, tahu-tahu mulutnya berdarah. Gigi depan lepas satu.

Tita memang ”disulap” majikan bak kelelawar. Ia diperintah beraksi keluar rumah pada malam hari. Tiap pukul dua dini hari, ia harus berkeliaran di pinggir-pinggir jalan, membelah desa Yuenlong yang sepi. Ia menenteng keranjang rumput, celingukan mencari rumput segar untuk makanan hewan piaraan.

Usai merumput, ia masih harus menyetrika. Tak terbayang, rasa kantuknya kian mendera. Tanpa disadari, ia terlelap sekejap. Wajahnya terantuk, tepat mengenai setrika panas. Melepuh. Dari situlah, kadang ia memilih menyetrika baju di pagi hari. Namun akibatnya, ia didenda HK$ 20, dianggap tak mampu menyelesaikan pekerjaan.

Sebagai gadis lugu, Tita menjalani saja apapun perintah majikan. Ia coba bersabar, meski majikan banyak ”suara”. Ia juga tak protes ketika gaji pertamanya hanya tersisa HK$ 3, sekitar tiga ribu rupiah. Gaji pertamanya memang sesuai prosedur. Tapi selain untuk membayar potongan agen, gajinya juga didiskon majikan untuk bayar ganti rugi: HK$ 5 jika terlambat bangun, HK$ 20 jika pekerjaan tak kelar, dan untuk beli peralatan mandi. ”Walau sudah sepasrah itu, saya tetap di-terminate majikan,” ratapnya.

Penghentian sepihak itu disampaikan mendadak, hanya lima menit. Bahkan untuk mandi saja dilarang. Tita hanya boleh ganti baju. Dua hari sebelum dideportasi, majikan sempat membawanya periksa ke dokter. Hasilnya? Ia dinyatakan unfit alias kurang sehat. ”Mungkin, berbekal keterangan dokter itulah saya dipulangkan,” katanya, getir.

Sabtu, 20 Januari 2007, majikan mengantarnya langsung ke bandara. Setelah memberikan paspor dan tiket, sang majikan kabur tanpa kasih pesangon. Jangankan itu, gaji bulan kedua (gaji akhir) pun tak ia terima. Padahal, sehari sebelumnya, majikan telah meminta tanda tangan di atas selembar kuitansi, bukti pembayaran gaji sebesar HK$ 3400. ”Tapi duitnya tak diberikan.”

Penampakan fisik Tita yang ”nyleneh”, mengusik perhatian orang-orang di bandara, utamanya sesama BMI. Mereka tak terima gadis itu pulang ke tanah air dalam keadaan lusuh. Mereka sigap membantu: meng-cancel tiket pesawat, lalu melapor ke polisi. Tak lama, ambulans menyusul datang. Selama dilarikan ke RS Prince Margaret - Mei Fu, Tita hanya diam membisu. Air matanya telah kering.

Setelah diberi suntikan anti-tetanus dan beberapa butir obat, Tita balik ke bandara. Mengambil tasnya yang sudah telanjur masuk bagasi. Masih ditemani kolega barunya, gadis malang itu sampai di kantor ATKI. Kini, sembari memulihkan kesehatan, Tita minta bantuan untuk menuntut haknya kepada majikan. Wajar, kerja dua bulan bak sapi perah, hanya tiga ribu perak yang dihasilkan.

86 komentar di "Siksa Di"Kebun Binatang""

Posting Komentar