AGEN MENINGGALKAN AKU DIBANDARA

Sebelum bekerja di Hong Kong sejak 28 Februari 2007, Lusiana – gadis dusun asal Cilacap – pernah bekerja di Malaysia dan Singapura. Namun, pengalaman kerja terbukti bukan jaminan. Baru empat bulan, ia sudah di-PHK majikan. Sial, sudah ditinggal agen di bandara, gadis 24 tahun ini pun ketinggalan pesawat. Empat hari ia terlunta-lunta di bandara. Berikut penuturannya kepada Apakabar.
Hong Kong sungguh tak nyaman buatku. Baru empat bulan aku – anak buah A Mild Agency, Kowloon – bekerja di Negeri Beton, tepatnya di Blok 2 Flat 25 A, Tuen Muen, majikan sudah membuat keputusan nan mematikan. Aku di-terminate dan dipulangkan ke tanah air. Gara-garanya? Majikan tak percaya. Mereka sering menuduhku mencuri makanan, juga mengambil dan merusakkan barang-barang. Ringkasnya, ketidaksukaan majikan sepertinya dipicu oleh aneka kecurigaan yang tidak berdasar.

Padahal, sejujurnya, selama bekerja di tempat itu justru dukaku yang teramat beragam. Aku diperlakukan sangat tidak manusiawi. Untuk urusan perut, misalnya, setiap hari majikan hanya memberiku jatah makan bihun – itupun kalau ada waktu buat mengunyah makanan. Sebab, majikan nyaris tidak memberiku waktu istirahat barang sejenak. Perintah mereka datang susul menyusul. Pekerjaan satu belum kelar, sudah datang perintah baru.

Sebenarnya, rumah tempatku bekerja hanya berbentuk flat yang tidak seberapa luas. Tetapi karena majikan tidak suka melihatku nganggur, jadinya tidak ada waktu buatku untuk ”bernapas”. Waktu istirahat pun baru kuperoleh pada tengah malam. Minimal pukul 12 malam. Ini pun aku masih harus menunggu majikan selesai mandi. Sementara, setiap mandi, lamanya minta ampun. Nyonyaku memang paling betah berlama-lama di kamar mandi.

Oleh majikan, aku baru dikasih waktu mandi setelah majikan selesai mandi. Sebab, aku harus membersihkan kamar mandi sebersih-bersihnya. Jika dihitung, 3-4 kali dalam sehari aku harus membersihkan kamar mandi. Terlepas dari perlakuan itu, majikan juga memberlakukan peraturan denda: minimal HK$ 10 jika aku terlambat pulang berbelanja. Peraturan ini sungguh tidak adil. Masa untuk berbelanja cuma dikasih waktu 30 menit. Sementara, begitu kita protes, majikan langsung bersikap antipati.

Kalau kurunut ke belakang, keputusan majikan memecatku secara sepihak terjadi setelah aku melaporkan tindakan mereka ke konsulat. Awalnya, aku sekadar datang untuk melakukan konseling dengan konsulat. Bukan menyangkut kelayakan dan perlakuan majikan, melainkan soal gaji dan hak liburku yang tidak diberikan selama tiga bulan. Wajar bukan? Ini penting, supaya ada kejelasan terhadap nasibku. Pihak konsulat sendiri cukup tanggap, dan ikut menindaklanjuti permasalahan yang kuhadapi.

Sesuai saran konsulat, aku meminta kejelasan tentang nasibku tadi kepada agen. Tapi, aku malah terpancing dengan umpan yang dilemparkan agen. Aku tidak tahu, setiap pembicaraanku dengan agen ternyata direkam. Bahkan, aku kemudian disuruh tanda tangan di atas kertas yang – bodohnya – tidak kutanyakan dan kubaca detail isinya. Rupanya, kertas itu berisi perjanjian hari libur. Dasar apes, begitu aku terhempas masalah, konsulat lebih percaya pada agen. Aku pasrah. Konsulat bahkan ikut memvonis aku bersalah karena telah menandatangani dan menyetujui perjanjian yang dibuat agen.

Hari itu, sebelum di-terminate, aku masih sempat bersih-bersih rumah. Namun firasatku mengatakan, ada sesuatu yang tidak beres. Tak seperti biasa, majikan menyuruhku cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan. Firasatku terbukti benar. Aku dijemput agen, yang kemudian mengantarku ke bandara. Aku dikasih tiket, paspor, dan uang tunai HK$ 210. Kata agen, majikan tidak memberi pesangon karena agenlah yang menjemput dan mengantarku ke bandara. Apa hendak dikata? Semua serba mendadak. Majikan tk pernah memberitahuku sebelumnya.

Setiba di bandara, aku yang hanya membawa pakaian langsung ditinggal agen sendirian. Celaka. Begitu masuk ke ruang pemberangkatan, petugas bilang, pesawat sudah landing. Aku terlambat datang. Menyadari jam untuk check in dan boarding sudah lewat, aku langsung mengontak agen. Jawabannya? Santai betul. Aku disarankan melapor atau minta tolong ke polisi. Hasilnya? Bisa ditebak: aku malah kena semprot polisi. ”Terlambat datang kok lapor polisi,” kata petugas, sewot.

Masalahnya, apakah polisi bisa membantu ketika aku terlunta-lunta di tempat itu? Jangankan polisi atau sekuriti bandara, agen saja tak mau tahu. Alhasil, selama empat hari aku berkeliaran di bandara. Saudara tak punya, teman juga ndak ada. Uang pun lama-lama habis. Terpaksa, aku tidur berpindah-pindah. Dari bangku ruang tunggu satu ke bangku yang lain. Menahan lapar dan haus yang datangnya tak terkira. Aku sampai terpaksa minum air kran untuk mengurangi dahaga. Beruntung, pada hari kelima, ada teman sesama BMI yang menolong. Aku langsung diantar ke Bathune House, Jordan. Entahlah, bagaimana nasib saya jika tidak ada yang memberikan pertolongan.

Setelah mendapatkan perlindungan dari shelter ini, aku pun mengikuti saran teman-teman: menuntut hak yang belum diberikan majikan, yakni satu bulan gaji dan uang libur. Persoalannya, dokumenku kurang lengkap. Selama ini aku tidak dikasih kontrak kerja dan KTP oleh agen. Ketika aku berencana mengambil dokumenku, agen bilang, tak tahu menahu soal itu. Saat kusampaikan niatku melaporkan majikan ke Labour Department, agen yakin, aku bakal kalah. Malahan, bisa-bisa dituntut balik oleh majikan. Pasalnya, mereka memiliki tanda tangan dan bukti rekaman bahwa aku menyetujui isi perjanjian.

Hingga kini, 14 Juli, aku masih berpikir, haruskah aku pulang ke tanah air atau menuntut majikan. Aku bingung. Soalnya, jadwalku pulang ke Indonesia tanggal 20 Juli, sedangkan meeting dengan majikan dijadwalkan pada 23 Juli. Yang kukhawatirkan, bagaimana jika majikan menuntut balik, sementara aku berencana kembali ke Hong Kong dan mencari majikan baru. Tidakkah hal itu akan mempersulit langkahku mencari majikan baru kelak? (Kristina Dian S)

2 komentar di "AGEN MENINGGALKAN AKU DIBANDARA"

Posting Komentar