AKU DIKHIANATI ADIK TEMANKU

Aku tak menyangka, ketampanan yang dimiliki mas Pras ternyata cuma topeng belaka. Uang yang selama ini rutin kukirimkan kekampung, untuk mengembangkan usahanya, ternyata sia-sia. Mas Pras berpaling pada wanita lain.

Seusai menyelesaikan kontrak kerja empat tahun di Hong Kong, aku-sebut saja Anissa- memutuskan pulang kekampung halaman di Blitar. Dua tahun kutinggalkan kampung halamanku nyaris tak berubah. Yang berubah justru penilaina orang terhadap ku. Katanya, tinggal di hong kong membuatku tambah cantik dan bersih. Tak kumungkiri, kulit hitam manisku memang kian tambah halus. Penampilanku pun cukup modis, jika dibandingkan teman-teman sedusun. Tak Cuma itu. Saat aku kemabli gaul dengan teman-teman kecilku, kerap ku dengar kalimat yang bikin aku tersenyum. ‘’pasti uangmu banyak ya, Nis. Gaji di Hong Kong khan uakeh,’’kata mereka. Aku tak menapik, karena selama di HK, uangku rapi kutabung.


Entah karena kau bertambah cantik..atau dianggap berduit, sejak kepulanganku ke Blitar, banyak pemuda sedusun yang ingin mendekatiku. Banyak cara di tempuh untuk bisa akrab dan berusaha memikat hatiku. Tetapi, aku cuek saja. Karena, mereka selama ini kuanggap tak lebih dari sekedar teman.

Sampai suatau hari, datang seorang pemuda tetangga menemuiku. Melihat wajahnya, jelas, usianya masih di bawahku. Ia datang menanyakan titipan dari kakak perempuannya. Yang kebetulan juga merantau ke HK. Awalnya aku nyantai saja menangapi kedatangan Prasetyo(sebut saja namanya begitu)
Kuakui, ada daya tarik tersendiri pada pemuda yang membuatku simpati. Bodynya oke punya, kulitnya putih bersih, dan senyumnya…duh. Belum l;agi caranya mengajakku bicara. Dan, masih banyak lagi kekagumanku padanya. Tapi….mengingat usia Pras masih jauh di bawahku, aku tak begitu merespon. Juga tak menunjukkan rasa simpatiku. Bersikap munafik.

Belakangan aku tahu, ternyata dia punya perasaan yang sama denganku. Perasaanku tak bertepuk sebelah tangan. Alhasil sejak itu aku dan Pras –yang kemudian kusapa dengan panggilan mas Pras-pun jadian. Hari-hari jadi terasa indah. Ditambah lagi, didusunku kerap diselenggarakan pertemuan pemuda-pemudi. Terlebih menjelang peringatan 17 agustusan. Bisa dibilang, aku tak pernah berpisah jika malam belum larut.

Kedekatanku dengan mas Pras yang nempel terus kayak perangko, membuat banyak teman dan orang tuaku tahu. Bersyukur orang tuaku tak keberatan. Sementara ada satu dua teman yang menasehatiku untuk berpikir ulang, punya cowok berusia jauh di bawah. Tapi…nggak tahulah yang namany atresno jalaran soko kulino, ya begitu. Aku tak mau pusing soal perbedaan usia.’’itu khan Cuma permainan angka’’pikirku.
Bunga cinta kian merebak ketika kedua orang tua kami sama-sama memberikan restu kepada kami untuk menikah. Namun menyadari bekal untuk merajut kehidupan mendatang masih kurang, aku berinisiatif untuk berangkat lagi ke Hong Kong. Mas Pras mendukung rencanaku. Selama aku pergi ia sendiri berencana memulai sebuah usaha.

Akhirnya sebelum berangkat, tabungan yang tersisa aku pinjamkan kepadanya untuk memulai usaha peternakan. Karena peluang bisnis ini memang cukup bagus di daerahku. Aku juga tak keberatan ketika sisa terakhir tabunganku aku pinjamkan kepada kakak perempuannya. Katanya akan dibelikan sepeda motor untuk suami kakaknya itu. Jadilah, sisa tabunganku di pinjam kakak beradik atas dasar saling percaya. Tak ada kwintansi atau perjanjian diatas materai.

Pada keberangkatanku yang kedua, aku di pekerjakan di daerah Shatin Hong Kong. Majikanku sangat baik. Aku diberi kepercayaan penuh untuk merawat tempat tinggal dan tiga anak asuhnya. Soal libur dan gaji tak ada masalah yang berarti. Tiap bulan, kukirimkan gajiku pada Mas Pras untuk mengembangkan usaha. Keluargaku juga tak keberatan kau melakukan itu. Mereka yakin, aku dan Mas Pras kelak bakal menjadi sumi istri.

Bulan-bulan pertama, aku sangat tersiksa jauh dari Mas Pras. Paling kau hanya mendengar suaranya jika kutelepon. Selebihnya aku tak dapat berbuat apa-apa. Disini sebenarnya aku banyak memperoleh banyak pelajaran tentang kehidupan. Utamanya, hidup jauh dari orang yang kucintai. Resiko cinta jauh tak kuanggap masalah. Biaya yang melambung tinggi misalnya. Tak pernah kutakutkan. Toh, ada saja penghasilan tambahan selain gaji bulanan. Karena aku bergabung dalam bisnis multi level marketing.

Resiko pacaran jarak jauh memang tak terelakkan. Isu dan gossip tak pernah sepi. Terkadang, aku hanya tersenyum menanggapi isu tak sedap itu. Namun tak jarang pula, aku nanggis nggelolo. Bagaimana tidak? Ada yang bilang macam-macam. Mulai dari Mas Pras yang punya gacoan baru. Mas Pras hanya mencintai aku demi harta. Aku tak pantas punya cowok tampan bak arjuna, bahkan ada yang bilang, Mas Pras mencintaiku sebatas kasihan, karena usiaku memang sudah berumur.

Suatu saat kudengar lagi selentingan: Mas Pras benar-benar punya cewek baru. Cewek yang dikenalkan oleh kakak perempuannya-kakak satu-satunya yang tempo hari meminjam uangku untuk membelikan sepeda motor suaminya-. Karena penasaran, saben kali ada kesempatan bertemu-disela-sela ngisi waktu libur- di Hong Kong, aku selalu menanyakan isu tersebut kepada sang kakak. Namun ia mengelak. Aku memang tak memaksanya untuk berkata jujur padaku. Mungkin, pikirku, itu hanya isu murahan.

Dari hari kehari aku terus berusaha menghapus pikiran yang menghantuiku. Tapi aku tak mampu. Bagiku, jika isu benar, Mas Pras sudah membuatku terluka. Bagaimana mungkin ada asap kalau tidak ada api? Begitulah laki-laki. Begitu ku tanyakan, ia mengaku, dirinya memang punya teman perempuan. ‘’Tapi, itu hanya teman biasa. Bukan teman luar biasa’’ujarnya.
Hatiku lega mendengar kejujuran Mas Pras. Tapi juga terluka oleh perasaan cemburu yang semestinya tak perlu ada. Saat itu juga, aku meminta Mas Pras menghentikan pertemanannya dengan cewek itu. Tentu itu kulakukan agar hatiku tidak bertambah sakit, juga agar sampai melukai perasaan keluargaku. Bagaimanapun masyarakat sudah tahu hubunganku dengan Mas Pras.

Kesempatan cuti datang. Aku pulang ketanah air dengan segudang rindu. Buat keluarga, dan…so pasti buat Mas Pras tercinta. Aku benar-benar bersyukur melihat bisnis mas Pras yang meningkat. Pengorbananku tak sia-sia. Di saat cuti ini pula, aku memutuskan untuk bertunangan dengan Mas Pras. Kupikir ini jalan terbaik agar kami sama-sama terikat dan berpegang pada komitmen.

Pertunangan yang dihadiri kedua belah fihak berlangsung secara sederhana, tapi cukup meriah. Setelah itu kau kembali ke Hong Kong karena masa cutiku sudah usai. Namun apa yang terjadi????????
Tak berselang lama, ku dengar, seluruh usaha Mas Pras yang selama ini tergantung dari kirimanku dijual tanpa sisa. Lagi tanpa pemberitahuan padaku. Parahnya, Mas Pras benar-benar menjalin hubungan dengan wanita lain. Konon, uang tersebut digunakan untuk hidup bersama dengan gadis itu.

Aku tak menyangka Mas Pras sebegitu teganya padaku. Mengkhianati ketulusan cintaku, menipu dan membohongi aku. Padahal aku mati-matian bekerja untuk mewujudkan impian hidup bersama agar tidak kekurangan nantinya. Segalanya tlah kukorbankan. Tak [eduli materi dan kepedihanku selama bekerja ikut orang. Tapi kenapa Mas Pras tega melakukan itu?
Apakah benar ketampanan Mas Pras hanya topeng? Apakah benar selama ini hanya pura-pura mencintai aku? Apakah benar hanya ingin mengerogoti harta dan menghancurkan hidupku? Ah aku tak tahu. Aku yakin tanyaku dalam ratap tak kan pernah terjawab. Aku benar-benar tak habis pikir, Mas Pras melakukan pengkhiantan dan mempermalukan keluargaku sedemikian hebat.

Karena ulahnya, badanku jadi kurus kering. Tiap hari hanya meratap dan menyalahkan kebodohan sendiri. aku menyesal terlalu percaya pada mahkluk laki-laki model Mas Pras. Keluguanku ternyata di jadikan’’makanan’’. Dan baru kini pikiranku terbuka, Mas Pras tidak ubahnya kutu busuk yang merayap di kepalaku.

Melihat keadaanku yang memprihatinkan, majikanku bertanya :ada apa?. Aku pun bercerita apa adanya. Bahkan, saat menceritakan pada mereka, air mataku sulit ku bendung. Sesekali ku hapus air mata itu dengan tisu. Tapi, tetap saja dadaku sesak. Bersyukur majikanku baik dan sangat perhatian. Setelah kuceritakan aku di izinkan cuti lagi ke Indonesia. Jadilah dalam setahun kau cuti dua kali.

Mas Pras tentu sangat kaget mengetahui kepulanganku yang tanpa pembertahuan. Lebih kaget lagi, saat ‘’ menyambangi’’ rumahnya, aku datang bersama pollisi. Sengaja ku lakukan itu, karena aku merasa tertipu dan di kibuli oleh laki-laki tampan yang sebenarnya ingin menguras hartaku. Tak tanggung-tanggung, aku menuntut kembali uangku Rp 100 juta, yang sudah dihabiskan tanpa juntrungan. Tapi dasar tak tahu malu.
Sejak gugatanku naik kepersidangan, ia meratap dan memohon ingin kembali. Anehnya, saat itu aku justru tak tega melihatnya meratap. Ya, ingin sekali aku memafkan dan menerimanya kembali. Tapi keluargaku tidak setuju. Aku maklum, karena Mas Pras sudah kelewatan. Mempermalukan aku dan keluargaku.

Saat itu aku, sungguh binggung. Sampai-sampai masa cuti, aku hanya bisa melamun sepanjang hari. Sampai aku kembali ke Hong Kong, aku masih binggung. Padahal secara logika, Mas Pras mestinya sudah tak terampun. Tapi apa daya, cinta sepertinya memiliki kekuatan untuk memaafkan dan melupakan kejadian masa silam.

Di Hong Kong, semakin parah. Tiap hari batinku tersiksa oleh beberapa pilihan yang tak mampu kuputuskan. Antara menggagalkan gugatan atau melanjutkannya. Di satu sisi kau membenci. Tapi disisi lain masih menyimpan bara cinta. Karena hari-ahriku sarat oleh berbagai pikiran, boleh dibilang saat itu aku ngengleng. Melamun dengan tatapan mata kosong. Terpuruk!

Menyadari pikiranku mulai tak waras, aku meningkatkan ibadahku. Mengisi kesibukan dengan berbagai kegiatan keagamaan. Sampai suatu saat, aku bertemu seorang kiai. Beliau membimbingku lebih dalama lagi mendekatkan diri pada yang kuasa. Dan semakin aku dekat denganNYA, barulah aku tersadar dari mimpi buruk selama ini. Akhirnya aku terlepas dari jerat guna-guna yang dilancarkan Mas Pras sebelum mendekati dan menarikku dalam aroma tubuhnya yang lembut.

Alhamdulillah, sekarang aku sudah terlepas dari kebinggungan yang sekian lama membelenggu. Aku bisa bekerja dengan tenang, juga gembira dan bahagia. Bisa terlepas dan melewati masa kritis itu. Biarlah aku merelakan, jika hasil keringatku sekitar Rp 100 juta itu harus melayang di tanganny adengan sia-sia. Cuma, aku berharap, hukum di Indonesia tidak terlalu lemah. Sehingga gugatanku bisa dikabulkan. Apakah teman-teman setuju dengan pendapatku????
Dituturkan BMI Blitar kepada Kristina Dian S dari apakabar.

Catatan: dipublikasi tabloid apakabar kolom curhat edisi 12-25 mei 2006.

1 komentar:

Posting Komentar