Anggi mungkin termasuk sosok yang beroleh ”kelebihan” dari Yang Maha Kuasa. Meski di bawah alam sadar, ia mampu melihat arwah, bahkan bisa mengetahui suatu kejadian sebelum peristiwa itu terjadi. Uniknya, meski sudah 13 tahun bekerja di Hong Kong, ”arwah nenek” terus saja mengikutinya. Mistik?
Namaku Anggi. Aku bukan paranormal, apalagi ”sosok nan sakti mandraguna”. Namun, entah mengapa, sedari kecil aku seolah diberi ”kemampuan lain” yang tidak dimiliki orang kebanyakan. Yakni, melihat arwah, terutama arwah mendiang nenekku.
”Kehadiran” nenek – meski hanya lewat sekelebat bayangan – tidak hanya terjadi pada malam ketujuh atau seratus hari setelah beliau wafat. Tetapi sampai hari, 13 tahun setelah aku bekerja di Hong Kong.
Tanpa diundang atau memberikan isyarat terlebih dahulu, nenek kerap menampakkan diri secara nyata di hadapanku. Padahal, itu tadi, sudah sekian lama aku meninggalkan tanah air untuk memeras keringat demi anak-anakku yang kini tinggal di kampung halaman: Desa Sumber Pucung, Malang. Harus kuakui, sejak kecil aku memang diasuh oleh nenek. Ketika aku melahirkan pun, neneklah yang membantuku mengasuh anakku. Melihat itu, haruskah kuhindari ”pertemuan” dengan arwah nenek yang pernah merawatku dan anak-anakku?
Cerita bermula pada suatu malam, beberapa hari sebelum nenek meninggal. Entah bagaimana awalnya, aku bertemu dengan sesosok orang yang kutahu telah meninggal dunia. Waktu itu aku sedang berusaha memejamkan mata, ingin tidur. Tapi, entah mengapa, malam itu tidak seperti biasanya. Aku kesulitan mengistirahatkan badan dan pikiran. Saat itulah, di antara sadar dan tidak, tiba-tiba aku didatangi seorang perempuan tua yang telah tiada. Sayang, aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Di bawah siraman cahaya neon, ia mengulurkan tangan, mengajakku pergi ke suatu tempat.
Tentu saja aku menolak. Aku tak mau pergi dengan nenek tua yang tak pernah kutahu siapa dirinya. Sembari merayu, ia terus melangkah mendekatiku. Meski tempat yang dijanjikan katanya indah, aku tetap menolak. Tiba-tiba, ketika keriput lengannya hampir saja menarikku pergi dari tempat itu, aku kembali ke alam sadar. Siapa pun boleh mengatakan itu hanya khayalan, ilusi, sekadar mimpi atau bunga tidur. Tetapi aku yakin, kedatangan sosok renta di malam itu adalah kenyataan yang memberiku sebuah tanda-tanda. Aku sadar betul, mataku saat itu masih ”segar bugar”.
Keesokan harinya, kejadian yang sama kembali terulang. Bedanya, kali ini aku melihat dan mengenali dengan sungguh-sungguh siapa gerangan nenek tua yang ”mengganggu”-ku. Malam itu, dalam perasaanku, nenek – orang tua bapak – mengeluarkan seluruh dagangannya. Namun setelah membenahi barang-barang yang hendak dijual, nenek terjatuh. Siapa sangka, kedua peristiwa yang kulihat di alam bawah sadar itu ternyata menjadi pertanda dan firasat di belakang hari. Sebab, selang tiga hari kemudian, nenekku meninggal dunia.
Sepeninggal nenek, rumah besar yang selama ini kami tempati bersama, kami jual. Dari hasil penjualan rumah di tepi jalan raya itu, kami lalu membeli rumah di pinggir kuburan umum dekat SMP Sumber Pucung. Oleh sebagian warga, tempat yang baru kami tinggali ini dikenal angker. Jarang ada warga yang berani keluar rumah seusai azan magrib. Kami sekeluarga, sebagai pendatang baru di kampung itu, pun akhirnya berlaku seperti tetangga yang lain. Selepas azan maghrib, kami tak berani kemana-mana. Anteng di rumah.
Anehnya, meski kami sekeluarga memilih ”diam” di rumah pada malam hari, masih saja kami mengalami kejadian menyeramkan. Seperti pada Jumat Legi malam itu. Semerbak bunga kamboja dari pekuburan umum di samping rumah, tercium harum memenuhi ruang keluarga. Aroma wangi itu semakin menusuk terbawa embusan angin malam.
Harum kamboja sebenarnya bukan hal baru bagi keluarga kami. Ibaratnya, sudah menjadi pengharum ruangan sejak kami tinggal di rumah baru. Namun, malam itu, harum bunga kamboja bercampur jadi satu dengan bau tanah basah. Membuat pikiran kami semakin tidak karuan. Kami mencoba tidak saling menceritakan perasaan tersebut kepada sesama anggota keluarga yang lain. Meski mengalami hal yang sama, kami mampu menutupinya dengan mengalihkan perhatian pada acara TV.
Aku semakin resah. Harum bunga khas pekuburan itu tak juga pergi. Justru semakin tajam menghempas indera penciuman. ”Kreeeeekkk.....,” tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Sesaat kami saling berpandangan. Aneh. Seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, tapi kok ada yang membuka pintu? Tidak seorang pun yang keluar rumah seusai azan mahrib itu. Selang sesaat, pintu utama tampak terbuka. Samar kami melihat sekelebat bayangan di depan pintu, lalu melintas di hadapan kami.
Anehnya lagi, kami sekeluarga seolah terhipnotis. Hanya diam melongo melihat bayangan nenek tua yang wajahnya tertimpa pendar lampu neon. ”Kreeeeeekkkk...” Pintu kembali tertutup, bayangan itu pun menghilang. ”Barangkali nenek yang datang berkunjung,” ucap bapak, mencoba mencairkan ketegangan kami. Bulu kuduk semakin berdiri manakala bapak mengatakan, arwah nenek datang ingin ikut jagongan.
Sejak itu, nenek memang sering ”pulang” ke rumah. Menampakkan bayangan pada keluarga kami. Tidak terkecuali pada aku, yang sebelumnya dikenal sebagai cucu kesayangan nenek. Bukan hanya setelah tumbuh dewasa, sejak kecil aku memang dirawat olehnya. Diberi sentuhan kasih sayang dan perhatian besar. Setelah meninggal pun, nenek masih memperlakukan aku sama seperti ketika beliau masih hidup.
Setiap kali aku sedang susah atau bersedih hati, nenek pasti datang, meski hanya dalam bentuk bayangan samar di bawah alam sadar. Aku sambat sumpek atau sakit misalnya, nenek pasti berkunjung. Aku bahkan sering merasakan nenek tidur di sampingku. Kadangkala aku juga merasa dikeloni nenek. Sehingga ketika bangun pagi, aku cuma bisa bengong. Bayangan semalam masih membekas dalam ingatanku. Apa iya sih, aku dikeloni nenek?
Untungnya, aku sendiri tak pernah merasa ngeri atau takut terhadap kehadiran orang yang telah meninggal dunia. Misalnya, sesuai aku melahirkan anak kedua. Hatiku sangat bahagia. Senang telah melahirkan anak lanangku dengan selamat. Saking gembiranya, sampai-sampai mataku enggan tidur. Nah, ketika sedang asyik menatap wajah bayiku, pintu kamar dibuka orang. Tetapi hanya berwujud bayangan seperti yang sudah-sudah.
Seraut wajah itu menyapa, bahkan menanyakan kabar. Namun, tidak lama setelah membuka kain kelambu kamar, ia berlalu pergi. Beberapa detik kemudian, baru aku tersadar, orang tua itu telah tiada. Secepat kilat kukejar bayangannya keluar kamar. Kucari-cari tapi tak ketemu. Bayangan nenek sudah keburu menghilang.
Kupikir, arwah nenek akan berhenti menggoda setelah aku berangkat ke Hong Kong. Tidak lagi datang dan memberi tanda-tanda. Namun, dugaanku keliru. Nyatanya, lautan luas yang membentang luas antara Hong Kong-Indonesia, tidak membuat nenek ”kehilangan diriku”. Sesampai di Hong Kong, tetap saja nenek ngasih ”perhatian” padaku. Ketika aku lelah, butuh sahabat, merindukan anak atau ketika ingin menangis, tangan nenek dan kasih sayangnya tetap kurasakan. Sedikit pun tak pernah berubah.
Justru di negara ini, nenek semakin dekat padaku. Sampai-sampai, aku sering mendapati diriku tengah berbicara sendiri. Hal seperti ini terus kualami ketika aku sedang sendirian dan kesepian. Tak peduli siang ataupun malam. Seperti pada suatu malam, setelah aku menyelesaikan pekerjaan rumah. Usai mandi, aku berdiri di depan cermin, menyisir rambut. Aku sungguh terperanjat melihat nenek melintas di dalam cermin. Aku melihat bayangannya, meski hanya sekelebat. Toh, aku sempat berpesan pada nenek untuk tidak mengganggu anak-anakku.
Selepas bayangan nenek pergi, aku melihat bayangan anak budeku. Tak lama, bayangan-bayangan yang kulihat dalam cermin itu menghilang, dan...barulah kesadaranku pulih. Tapi ya, ampun. Selang beberapa hari, aku mendapat kabar dari tanah air: anak bude yang kemarin kulihat di cermin, meninggal dunia. Entahlah, apa namanya semua ini. Jika kutelusuri, kejadian demi kejadian itu terkadang membuatku ciut nyali. Tetapi memang begitulah, sering ngobrol, bertemu dan bermanja pada bayangan nenek, semua itu terjadi tanpa kusadari. Sesudahnya barulah aku sadar, aku telah ”bermain” dengan arwah.
Kuakui, perasaanku sering bersinggungan dengan dunia mistik. Entah benar atau tidak yang dikatakan emak, aku ini titisan kakek moyang yang dulu dikenal sakti mandraguna oleh masyarakat Ponorogo. Sampai sekarang, cerita tentang Mbah Salekan – kakek moyangku itu – masih sering jadi buah bibir. Banyak tetua kampung menurunkan cerita tentang kesaktian dan keampuhan mbahku yang suka kungkum pada keturunannya. Ketika tetangga atau keluarga menceritakan sepak terjang mbahku pada zaman dulu, rasanya aku tak hendak beranjak pergi. Ingin mendengarkan kisah-kisahnya. Tetapi, bisa jadi juga, naluri tinggi dan kemampuan mengetahui yang bakal terjadi ini, kuperoleh karena sejak emak mengandungku, bapak suka semedi.
Peristiwa pertama yang paling kuingat terjadi sewaktu aku masih SD. Ini bukan lagi sekadar mimpi atau khayalan di alam bawah sadar, tetapi benar-benar kulihat dan kusaksikan dengan mata kepala sendiri. Bahwa dunia mistik bukan sekadar cerita atau dongeng sebelum bobok. Alam dan seluruh isi bumi ini pun sepertinya hidup. Terlebih benda-benda di angkasa. Sekarang, tinggal percaya atau tidak, aku pernah menyaksikan kluwung (pelangi). Bagiku, pelangi itu hidup. Pernah aku melihatnya sedang berjalan. Sret...sret...menyembul dari bumi, lalu berjalan melingkar menembus Sungai Brantas, Karangkates.
Di atas air itu aku menyaksikan pelangi itu membentuk lingkaran seperti tampah besar. Ada api di antara garis warna-warninya yang indah. Api itu lama-kelamaan menyala terang, berpijar dengan indah. Bias cahaya yang menebar di sekitar pepohonan tepi Sungai Brantas itu membuat alam menjadi berwarna hijau daun. Begitu cerah. Air Sungai Brantas pun seolah seperti tebaran permata, hingga menampakkan ikan-ikan yang sedang berenang di tengah arus deras. Tak lama, aku yang keasyikan memandang pelangi dari tempatku bermain, melihat lingkaran pelangi berjalan ke atas secara perlahan. Membubung tinggi layaknya aku bermain ulat tangga. Menakjubkan!
Hingga kini, pandangan indah di masa kecil itu tak pernah bisa kulupa. Entahlah, apakah hal itu merupakan bukti kebesaran Illahi atau Sing Mbaurekso. Yang pasti, kedatangan arwah nenek dalam kehidupanku, seumpama pelangi indah yang pernah kulihat dulu. Yang Kuasa sesekali akan menunjukkan kebesaran-Nya kepada umatnya. Tak wajar rasanya jika aku takut terhadap kedatangan arwah nenek yang telah bertahun-tahun meninggalkan dunia ini. Apalagi, beliau pernah membesarkan aku. Subhannalah...!
(Dituturkan Anggi kepada Kristina Dian S dari Apakabar)
ARWAH NENEK TERUS MENGHATUIKU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Said
mungkin karna kmu selalu jahat ma nenek kmu............>?
Said
itu tandanya nenek kamu tidak diterima...TUHAN YME
makanya slalu gentayangan...untungnya nenek kamu gak jahat...
Said
Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatu.
Saya ingin berbagi cerita siapa tau bermanfaat kepada anda bahwa saya ini seorang TKI dari johor bahru (malaysia) dan secara tidak sengaja saya buka internet dan saya melihat komentar bpk hilary joseph yg dari hongkong tentan MBAH WIRANG yg telah membantu dia melalui jalan togel menjadi sukses dan akhirnya saya juga mencoba menghubungi beliau dan alhamdulillah beliau mau membantu saya untuk memberikan nomer toto 6D dr hasil ritual beliau. dan alhamdulillah itu betul-betul terbukti tembus dan menang RM.457.000 Ringgit selama 3X putaran beliau membantu saya, saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sesukses ini dan ini semua berkat bantuan MBAH WIRANG,saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya segalanya,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH WIRANG atas bantuan nomer togel Nya. Bagi anda yg butuh nomer togel mulai (3D/4D/5D/6D) jangan ragu atau maluh segera hubungi MBAH WIRANG di hendpone (+6282346667564) & (082346667564) insya allah beliau akan membantu anda seperti saya...