LINTANG PUKANG KISAH ASAMARAKU

Masa lalu cintaku benar-benar suram. Dua kali pacaran, kandas di tengah jalan. Mau menikah pun harus didahului dengan aib. Puncaknya, menjelang pergi ke Hong Kong, aku terkena laknat: jatuh cinta pada sesama jenis. Ya Allah, masih adakah pintu taubat untukku?

Panggil saja aku Nani. Aku bukanlah tipe cewek matre, tidak pula cantik dan menarik. Tapi entah mengapa, sedari dulu begitu banyak cowok yang tertarik padaku. Bukannya aku ge-er, tapi fakta. Awal kisah, setelah lulus SMP, iseng aku melamar kerja ke pabrik Garuda Plastik di Jalan Chiu Grogol, Solo, kotaku. Ternyata aku diterima. Bahkan esoknya, aku sudah langsung diminta bekerja dengan sistem shif-shifan.

Meski tergolong karyawan baru, dengan cepat aku beroleh banyak kawan. Cowok maupun cewek. Salah satunya, Kardi namanya. Cowok ini lumayan guanteng. Sampai-sampai, aku tak menduga ia mau sama aku. Kardi menyatakan cinta dan mengajakku kencan. Dengan keluguan dan sedikit malu-malu, kuiyakan ajakannya.

Hari itu, kami pergi ke Proyek Wonogiri. Namanya baru pacaran, rasanya takut dan gemetar juga waktu itu. Tetapi lama kelamaan aku amat menikmati masa-masa indah yang terus berulang itu. Perasaanku begitu bahagia dan damai. Yup, mungkin karena sebelumnya aku tak pernah mengalami perasaan seperti itu.

Kisah cinta yang tak pernah kami tutup-tutupi itu akhirnya terdengar juga di telinga seluruh teman se-pabrik. Namun, hal itu sama sekali tak mengurangi kehangatan cintaku dengan Kardi. Sampai suatu hari, saat aku dapat giliran shif ketiga (pulang pukul 7 pagi), seorang teman memberiku amplop. ”Titipan dari Kardi,” katanya.

Aku penasaran, ingin segera tahu isinya. Seketika aku lari ke belakang pabrik. Dengan perasaan tak menentu, kubaca surat dari doiku. Betapa terkejutnya aku. Dalam suratnya, Kardi bilang: hubungan kita bagaikan rel kereta api yang sehaluan dan sejalan, tapi tak bisa bersatu. Ujungnya, ia mengaku sudah punya pilihan lain.

Aku benar-benar syok dan sakit hati. Sengaja tak kubalas surat itu. Hatiku gundah, sama sekali tak menyangka cinta pertamaku bakal berakhir secepat itu dan dengan cara seperti itu. Aku menyesalkan cara Kardi memutuskan hubungan. Tapi sudahlah, pantang bagiku mengemis cinta. Lagian, bukan cuma dia laki-laki di dunia.

Dan, benar. Menjelang ramadhan, ketika aku sedang makan sahur di kantin, aku bertemu dengan Hariadi – karyawan dari pabrik lain. Dari sebatas ngobrol ngalor-ngidul, kami akhirnya dekat. Ia bahkan sudah tahu soal putusnya hubunganku dengan Kardi. Lagi-lagi aku kecantol, pacaran untuk kali kedua.

Keindahan cinta kembali kurasakan. Kapan pun, aku merasa bebas pergi bersamanya. Maklum, sama-sama masih lajang. Pendeknya, selama jalan bareng dengannya, aku sangat happy. Namun, seiring guliran waktu, Hariadi ternyata sama tengiknya dengan Kardi.

Persis seperti Kardi, suatu hari Hariadi mengirim sepucuk surat. Waktu kubuka, wow…isinya lebih gila dari surat Kardi dulu. Tidak segan-segan ia mengumbar tuduhan. Katanya, aku cewek matre, murahan, bla..bla… Sungguh, aku bagai disambar petir. Lunglai usai membaca surat itu. Aku tak tahu, ada apa di balik semua ini?

Saking penasaran, aku memberanikan diri menemuinya untuk menanyakan kesalahanku. Dengan perasaan dongkol, kulontarkan makian kepadanya. Ternyata benar. Sepandai-pandai ia menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga. Hariadi sengaja menghina dan menginjak harga diriku, semata-mata untuk menutupi belangnya.

Hari itu seisi pabrik gempar. Sahabat karibku, Tuti (bukan nama sebenarnya) hamil. Siapa lagi yang menghamili kalau bukan Hariadi. Tuti sudah hamil delapan bulan, meski hanya segelintir orang yang tahu. Untungnya, Hariadi masih mau bertanggung jawab. Dinikahinya Tuti meski dengan perhelatan ala kadarnya. Dari situ, semua orang tahu kebobrokan Hariadi.

Karena frustasi, aku pergi ke salon. Rambut yang semula sepinggang, kupotong pendek ala Andi Lau. Rekan se-pabrik kembali gempar melihat perubahan sikap dan penampilanku. Tapi aku memilih diam, meski sebenarnya aku stres berat. Dua kali pacaran, kandas di tengah jalan.

Di tengah kegalauan, tanpa kusadari, ada seseorang – lagi-lagi teman se-pabrik – yang memperhatikan aku. Awalnya aku sendiri tak hirau. Kupikir, buat apa lagi aku bercinta kalau hanya untuk menanggung luka. Jujur, aku sedikit trauma dengan kegagalan beruntun ini.

Namun, Ahmadi – sosok yang selalu memperhatikanku – tampaknya berbeda. Terang-terangan ia datang menghampiriku, membawa nasihat agar aku tegar menjalani semua cobaan. ”Itu pertanda Tuhan masih sayang sama kamu, umat-Nya,” tutur Ahmadi.

Dibanding Kardi atau Hariadi, Ahmadi memang tampak lebih dewasa. Cara berpikirnya pun rasional dan cerdas. Di balik ketenangannya, ia menyimpan wibawa. Ia juga termasuk pandai menyimpan perasaan. Bayangkan. Sejak aku masih karyawan baru, ia mengaku sudah naksir berat sama aku. Herannya, sampai sekian lama, tak sekalipun Ahmadi menyatakan cintanya. Ia lebih suka memendam perasaannya. Konon, ia akan menyatakan cintanya padaku, jika masanya telah tiba.

Meski merasa diperhatikan Ahmadi, tapi kucoba untuk menolak gejolak hatiku. Kucoba untuk tak percaya, masa iya cowok se-the best itu mau memacariku. Aku tahu persis, banyak cewek di pabrik yang naksir dia. Masa sih dia memilih aku yang badung dan egois ini?

Tapi Ahmadi memang lain daripada yang lain. Ia amat sabar, mengerti dan memahami diriku. Ia selalu mengantar dan menjemputku kerja dengan penuh kasih sayang. Lambat laun, kekerasan hatiku pun cair. So? Aku pacaran lagi. Bedanya, kali ini aku serius ingin mengakhiri masa lajang, agar hidupku lebih terarah.

Bersyukur, kedua orang tua kami memberikan restu. Sesuai kesepakatan, hari pernikahan kami pun ditentukan. Namun, beginilah kehidupan, tak seorang pun tahu kehendak dan rencana-Nya. Sebulan menjelang akad nikah, ”tragedi” memalukan mengempas kehidupanku. Yup, aku dibawa kabur satpam!

Ini memang kelemahanku yang mudah kasihan melihat kesusahan orang lain. Termasuk ketika Agus (nama samaran), satpam pabrik, mengajakku ke Semarang, menemani untuk menjemput anak dan istrinya. Karena janjinya pulang hari alias tak menginap, aku setuju.

Bodohnya, aku pergi tanpa memberitahu keluarga maupun calon suamiku. Kupikir, tak ada yang perlu dikhawatirkan, apalagi aku pergi dengan orang yang sudah kukenal. Tapi nahas, sesampai di Semarang, hingga tiga hari tiga malam mencari istri dan anaknya, tak jua kami temukan.

Sampai saat itu, aku masih belum menyadari, ada sesuatu yang diinginkan Agus dariku. Begitu ia mengajak menginap di kamar kontrakan, barulah aku tahu niat busuknya. Ia mendekapku. Meminta yang satu itu. Meski kukatakan, aku sudah punya calon suami, ia tak peduli dan terus memaksa. Aku sebenarnya ingin lari pulang. Tapi tak tahu arah dan tak punya uang.

Saat yang sama, penduduk kampungku gempar. Kabar aku dibawa lari Agus pun sampai ke telinga calon mertuaku. Akibatnya, bisa ditebak, mereka mendatangi orang tuaku untuk membatalkan rencana pernikahan. Orangtuaku kebingungan. Mereka pontang-panting mencariku.

Entah dapat info dari mana, sekitar pukul 2 dini hari, saat aku sedang merenda mimpi, pintu kamar kontrakan digedor keras. Aku dan Agus tergopoh-gopoh membetulkan pakaian. Aku begitu panik. Terlebih ketika melihat bapakku dan famili Agus sudah berdiri di depan pintu, bersama polisi.

Kendati Agus sudah memaksaku melayani hasratnya, tapi di sisi lain timbul perasaan ibaku kepadanya. Apalagi ketika ia memohon ampun dengan bersujud pada bapakku. Agus bilang, ia bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menikahiku. Tapi bapak sudah tak mau tahu. Saat itu juga aku dibawa pulang dan membiarkan Agus diurus keluarganya dan polisi.

Kabar kepulanganku didengar Ahmadi, calon suamiku. Meski tak didampingi keluarganya, ia datang menjenguk dan tetap menyatakan hendak menikahiku. Aku terperangah, tak percaya! Sudah jelas, keputusan Ahmadi akan ditentang habis oleh keluarganya.

Tapi karena sudah telanjur cinta, kami akhirnya benar-benar menikah sesuai rencana semula. Singkat cerita, setelah setahun menikah dan dikaruniai seorang anak, barulah orang tuanya mau menerimaku. Mungkin, mereka sudah rindu menimang cucu.

Setelah anakku berumur 1,5 tahun, kami sepakat pergi merantau ke negeri seberang, agar bisa membenahi masa depan dan membeli rumah. Jujur saja, tak enak berlama-lama menumpang di rumah orang tua. Aku ke Singapura, Ahmadi ke Malaysia. Hanya tiga tahun di perantauan, kami memutuskan pulang ke tanah air. Mewujudkan impian yang sempat tertunda.

Namun, melihat pembangunan rumah masih jauh dari sempurna, aku memutuskan kembali bekerja ke luar negeri seorang diri. Biarlah suamiku di rumah merawat dan membesarkan anakku. Lima bulan di penampungan, aku terbang ke Hong Kong. Negeri perantauan yang kuharap bisa memberikan kenyamanan, baik gaji maupun hak libur.

Dasar apes, begitu kelar membayar potongan tujuh bulan, aku di-PHK majikan tanpa kutahu sebabnya. Mau tak mau, aku kembali masuk penampungan. Saat itulah, hatiku kembali terusik. Bukan saja memikirkan keluargaku. Aku juga resah menyadari ada perubahan pada perasaanku. Entah bagaimana, tiba-tiba aku merasa dekat dengan Tanti (nama samaran), rekan sesama calon TKW.

Aku tak mengerti, apakah hubungan kami sebatas kakak-adik atau lebih dari itu. Perasaan sayangku teramat dalam untuk Tanti. Begitu juga sebaliknya. Kami selalu tidur seranjang. Setiap hendak berangkat tidur, selalu kami awali dengan adegan peluk dan cium. Sempat aku bertanya dalam hati, apakah hubungan seperti ini yang dinamakan lesbi?

Lama-lama, gosip seputar hubunganku dengan Tanti santer tersebar. BLK ramai dengan kasak-kusuk, membicarakan aku yang sudah bersuami dan punya anak, tapi terjebak dalam dunia semu. Untuk menghindari kabar menyakitkan itu, aku mengajukan PKL dan disetujui pihak PT.

Tapi, oalah, sejak aku PKL dan jauh dari Tanti, baru kurasakan, sesuatu memang telah berubah pada diriku. Sejak berpisah dengan Tanti, aku selalu terbayang wajahnya dan merindukannya. Sehari saja tak saling kontak, rasanya begitu sepi. Sesepi malam-malamku di rumah majikan PKL-an.

Tak hanya dengan cowok, dengan cewek pun aku mengalami perasaan terluka. Suatu saat, Tanti tiba-tiba memutuskan kontak denganku. Ia berdalih, sudah sadar dan ingin kembali ke jalan yang benar. Tapi faktanya, ia punya ”gebetan” baru. Kekecewaan kembali hadir, persis sama seperti yang pernah kurasakan dulu.

Aku memang tak bisa menerima sikap Tanti. Setelah punya ”pacar” baru, aku ditendang begitu saja. Karenanya, begitu ada kesempatan, kutumpahkan segala amarahku. Karena tak ada yang mau mengalah, pertengkaran jadi memanas. Suasana panas baru mereda, saat Tanti diberangkatkan ke Hong Kong.

Tiga minggu berselang, aku menyusul ke Hong Kong. Kupikir sudah aman, tapi keadaan justru bertambah runyam. Suatu saat, meski masih sama-sama baru di Hong Kong, tapi kami sudah beroleh hak libur. Kami janjian ketemu, bukan untuk baikan, tapi menyambung pertengkaran yang tertunda. Dan, itu terus berlanjut. Anehnya, keinginan untuk saling menghindar tak pernah ada. Kalaupun ada, nyatanya kami tetap ingin selalu bertemu.

Sampai suatu hari, entah karena masalah apa, Tanti – yang baru empat bulan bekerja – dipulangkan majikan. Sebenarnya, ada sesuatu yang membuatku merasa sangat bersalah padanya. Tapi aku juga tak tahu, apa yang bisa kulakukan jika kelak Tanti balik lagi ke Hong Kong. Mengakhiri hubungan atau membiarkan hidup ini mengalir seperti air?

Oh, Tuhan…rasanya aku sudah lelah. Sangat lelah. Aku kangen untuk kembali ke jalan-Mu. Dalam hati kecilku saat ini, aku ingin menjalani hidup dengan lebih baik. Aku akan berusaha tegar dan kuat iman, agar tak tergoda dengan silau dunia. Agar aku selalu ingat tujuanku bekerja di Hong Kong: menyelesaikan pembangunan rumah dan mencari bekal untuk kelangsungan hidup bersama suami dan anakku.

(Dituturkan Nani lewat surat, dan disusun oleh Kristina Dian S dari Apakabar)

2 komentar di "LINTANG PUKANG KISAH ASAMARAKU"

  • Wah wah sayang sayang kenapa ya Nina tak ketemu aku si "penyair gila" ini, soalnya aku pria yang sangat2 kometment dengan kesetiaan.Andai wah (terpaksa berandai-andai)cerita ini sudah menjadi cerita.Tapi wahai ....

    Senin, September 08, 2008 5:27:00 AM

  • Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatu.
    Saya ingin berbagi cerita siapa tau bermanfaat kepada anda bahwa saya ini seorang TKI dari johor bahru (malaysia) dan secara tidak sengaja saya buka internet dan saya melihat komentar bpk hilary joseph yg dari hongkong tentan MBAH WIRANG yg telah membantu dia melalui jalan togel menjadi sukses dan akhirnya saya juga mencoba menghubungi beliau dan alhamdulillah beliau mau membantu saya untuk memberikan nomer toto 6D dr hasil ritual beliau. dan alhamdulillah itu betul-betul terbukti tembus dan menang RM.457.000 Ringgit selama 3X putaran beliau membantu saya, saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sesukses ini dan ini semua berkat bantuan MBAH WIRANG,saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya segalanya,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH WIRANG atas bantuan nomer togel Nya. Bagi anda yg butuh nomer togel mulai (3D/4D/5D/6D) jangan ragu atau maluh segera hubungi MBAH WIRANG di hendpone (+6282346667564) & (082346667564) insya allah beliau akan membantu anda seperti saya...






    Rabu, Desember 07, 2016 8:03:00 PM

Posting Komentar