DEPRESI DITUDUH MENCURI

Tak sedikit majikan menuduh pembantunya mencuri, uang atau barang berharga lainnya. Padahal, sangat jarang tuduhan itu yang terbukti benar. Sementara, bagi si tertuduh, mental sudah telanjur jatuh. Ujung-ujungnya, mencoba bunuh diri atau depresi berat, seperti yang dialami Anna Eka Wati, BMI asal Takeran Magetan ini.

Dipicu oleh alasan klasik: hendak membantu memperbaiki perekonomian keluarga, Anna terbang ke Hong Kong pada awal Januari 2005. Ia ditempatkan di flat 3702, 37/F Blok C, Shing Yi Hse Tin Shing Court, Tin Shui Wai. Tentu, ada segudang asa di benaknya kala itu. Sekurangnya, dari sinilah keinginan membantu keluarga bisa terwujud. Namun, peruntungan rupanya tak berpihak kepadanya.
Ia merasa diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan. Selain digaji bawah standar dan tak diberi hak libur, ia juga sering direndahkan dengan dikasih makanan basi. Perlakuan tak pantas itulah yang membuat gadis hitam manis yang sudah 16 bulan bekerja itu memutuskan kabur dari rumah majikan dan kembali ke agen.

Namun, karena agen justru hendak memulangkan dia ke tanah air, Anna – yang masih enggan pulang – akhirnya meminta bantuan ke shelter Kotkiho. Dibantu Afandi, penanggung jawab shelter bersama Domestic Migrant Worker (DMW), Anna lalu mengkalkulasi tuntutan yang hendak diajukan ke majikan. Nilainya HK$ 39.000, terdiri atas uang ganti libur, uang tiket, sisa gaji bulanan, dan uang notis.

Urusan rupanya tidak mulus. Karena seluruh dokumen ada di tangan agen, mau tak mau, Anna mesti kembali ke kantor agen untuk meminta dokumennya. Sedianya, setelah dokumen lengkap, ia hendak melimpahkan tuntutan ke Labour Departement. Tak terduga, setiba di agen, Anna malah ditangkap polisi. Konon, itu karena polisi menerima pengaduan dari majikan Anna bahwa uangnya telah dicuri. Anna pun dibawa ke kantor polisi Tin Shui Wai.

Sehari setelah menjadi tahanan polisi, Anna datang ke shelter bersama seorang polisi dan penerjemah. Selain hendak memastikan tempat tinggal gadis 21 tahun ini, polisi berdalih, Anna diantar karena tak tahu jalan menuju shelter. Anna sempat kembali dibawa ke kantor polisi, sebelum akhirnya dilepas setelah pihak shelter menjemputnya dan memberikan jaminan kepada polisi.

Sekembali dari tahanan polisi inilah, perilaku Anna berubah drastis. Jauh berbeda jika dibandingkan saat pertama ia datang ke shelter. Ia sering bengong dengan tatapan mata kosong, menangis tiba-tiba, dan sulit diajak berkomunikasi. Melihat itu, teman-teman di shelter mencoba membantu. Diajak bercanda, bergurau, dan dihibur.

Dari situlah, perlahan-lahan, terkuak beban berat yang menindih anak buah Agen Hang Wai Employment ini. Mulai dari kesewenang-wenangan majikan, gaji dan libur tak sesuai peraturan, dikasih makanan basi, hingga keruwetan masalah dengan keluarganya di tanah air. Katanya, keluarga menuntut Anna untuk selalu mengirim uang, tanpa peduli keadaan dirinya.

Meski terbata-bata, Anna masih mampu menuturkan pengalamannya selama bekerja di rumah majikan. Namun saat menceritakan awal pelarian dari rumah majikan, melapor ke agen, ditangkap polisi hingga ditahan, gadis ini sontak menangis histeris. Berhenti menangis, ia langsung memanjatkan doa, meminta kekuatan iman, dan baru bisa tertidur.

Penghuni shelter awalnya bisa memaklumi kondisi Anna. Dianggap, Anna tak kuat mental menghadapi kenyataan pahit yang menimpanya. Namun, belakangan, muncul kekhawatiran melihat perubahan yang kian drastis pada diri Anna: ia seperti orang kesurupan. Suka memaki dan memarahi teman, memukul dan menggigit. Ia juga suka berteriak-teriak di tengah malam, bahkan sempat mencoba bunuh diri, melompat dari jendela dapur. ”Untung, kami pergoki,” cetus Marsini, teman yang kerap menjadi pelampiasan kemarahan Anna.

Perilaku Anna, dengan sendirinya, mulai mengganggu ketentraman teman-temannya di shelter. Mereka khawatir, suatu saat Anna mengamuk tak terkendali. Agar tidak menjadi parah, penanggung jawab shelter lalu membawa Anna ke Kwong Kwah Hospital, Mong Kok. Di sini, Anna ditempatkan sendirian dalam satu kamar dengan tangan dan kaki terikat. Suplai makanan dilakukan dengan cairan infus.

Ketika Apakabar membezuknya, Anna masih mampu berkomunikasi. Tapi, selang dua hari kemudian, pihak rumah sakit memindahkan Anna ke rumah sakit yang lebih besar dan memadai fasilitasnya. Ini ditempuh setelah melihat kondisi Anna yang semakin kritis, meski sudah beroleh perawatan medis. Belakangan, Anna bahkan sudah tidak mengenali dirinya lagi. Ihwal inilah yang membuat pihak rumah sakit akhirnya menghubungi KJRI Hong Kong.

Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Menurut Afandi, gadis malang itu kini sudah ditangani pihak KJRI. ”Tapi kami akan terus mendorong KJRI untuk berbicara dengan agen dan majikannya, agar tetap memberikan hak-hak Anna sebagaimana mestinya,” ujar Afandi. (Kristina Dian S)


Anna Eka Wati

”Saya Tidak Mencuri”

Berikut bincang-bincang Apakabar dengan Anna Eka Wati, saat dirawat di bangsal RSU Kwong Kwah beberapa hari yang lalu:

Apa kabar Anna, sudah lebih baik?

Alhamdulillah, meski badan saya masih lemas. Tapi, saya juga masih takut, Mbak (Raut wajahnya tiba-tiba terlihat panik).

Takut kenapa?

Saya takut masuk penjara. Takut menuntut majikan, sekaligus takut pulang ke Indonesia karena tidak bawa uang (Air matanya menetes. Sementara tangannya yang terikat berusaha menggapai-gapai, seperti sedang mencari kekuatan).

Anda takut karena dituduh mencuri?

Saya tidak mencuri, Mbak. Sungguh! Tapi tidak ada orang yang percaya. Saya malah dituntut untuk mengakui apa yang tidak saya lakukan. Masa saya dituduh mencuri uang? Saya memang lari dari rumah majikan, karena tidak tahan dengan perlakuannya. Bukan lari karena mengambil uang (Giginya tiba-tiba gemeretak. Matanya memerah menahan amarah).

Sudah lama Anda merencanakan kabur dari rumah majikan?

Ya, sejak saya tahu dari teman-teman bahwa gaji dan libur saya ternyata tidak sesuai peraturan. Sementara, keluarga terus minta kiriman uang. Makanya, saya berencana pindah majikan, setelah menuntut majikan lama. Biar dapat gaji yang banyak. Tapi, kok nasib saya apes begini?

4 komentar di "DEPRESI DITUDUH MENCURI"

Posting Komentar