NURHAYATI DIPAKSA MEMALSUKAN DOKUMEN

Minggu, 9 Juli lalu, Nurhayati, 21 tahun, BMI asal Kendal, nekat melarikan diri dari rumah majikan di Kwan-O, NT. Ia takut karena selalu dipaksa majikan untuk memalsukan dokumen.
Berikut penuturan Nur kepada Apakabar di sela-sela kesuntukannya mencari perlindungan ke Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Hong Kong.

Forget a lot of money falling down of the floor. Begitulah istilah yang aku pakai saat memutuskan pergi mengais dolar ke Hong Kong. Setelah enam bulan training di penampungan Sekar Tanjung, Semarang, aku akhirnya diberangkatkan. Di Negeri Jackie Chan ini, aku dipekerjakan di sebuah apartemen daerah Kwan-O, NT, dengan tugas merawat anak berusia enam tahun.

Selama hampir tujuh bulan, aku digaji standar tetapi dikenai biaya potongan lima bulan. Selama itu pula, hanya tiga kali aku menikmati udara segar. Itupun setelah aku beralasan mau kirim uang, atau pergi ke agen untuk mengambil dokumen. Soal tak ada libur, memang diatur sebelumnya dalam perjanjian antara agen dan majikan. Sebagai anak buah, bisaku hanya nrimo dan pasrah.

Kedua majikanku sangat cerewet dan tak mau mengerti. Tapi, buatku itu bukan masalah. Mau memaki, memarahi, silakan saja, asal tidak nggebuki. Jika sudah sampai melakukan penyiksaan fisik, tentu urusannya jadi lain. Orang kerja memang harus tahan banting. Jadi, aku harus kuat dan tidak seperti barang pecah belah. Pokoknya, tidak jauh beda dengan teman-teman lain yang kebetulan juga mendapat perlakuan diskriminatif.

Cuma, masalah yang aku hadapi tenyata lebih parah dari itu semua. Aku dipaksa, diintimidasi oleh majikan agar mau memalsukan dokumen. Padahal, bagiku, paspor adalah nyawa. Visa adalah nadi hidup di rantau orang. Jika tiba-tiba nyawaku harus diganti, bagaimana nasibku selanjutnya?

Kisah dimulai sekitar sebulan yang lalu sebelum pelarianku dari rumah majikan. Saat itu, dadaku serasa plong setelah dapat menyelesaikan masa pemotongan. Harapanku, pada bulan-bulan mendatang, aku sudah bisa menyisakan sebagian gajiku untuk kukirimkan pada keluarga di tanah air. Tapi, harapanku tadi seolah sirna. Tepat pada bulan penghabisan potongan, majikan tiba-tiba menyuruhku mencari majikan lain dengan alasan tidak memerlukan tenagaku lagi. Tentu saja, aku sangat kecewa dan tak bisa menerima. Pekerja mana pun pasti akan bertanya alasan majikan, bukan?

Begitu juga denganku. Setelah kutanya, majikanku mengaku, mereka tidak tega menggaji dan tidak memberikan libur sesuai ketentuan. Namun, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka kurang mampu. Sebenarnya, rasional dan bijak juga penjelasan itu. Terlebih, mereka kemudian berjanji akan mencarikan aku majikan baru. Katanya, biar aku memperoleh hakku sebagaimana mestinya. Cuma, ini syaratnya, aku harus bersedia membayar potongan empat bulan lagi.

Lho, apakah aku tidak rugi jika harus melakukan penyetoran ulang? Ya kalau aku bisa bertahan sampai kontrak finish. Kalau tidak, bukankah aku bakal merugi? Berbulan-bulan kerja, duit habis hanya untuk bayar potongan. Saat itu juga, aku langsung menghubungi agen dan menceritakan semuanya. ”Mungkin kamu akan dijual,” jawab agenku. Mendengar itu, seketika aku cemas dan takut. Agen lalu mengusulkan, agar masalah ini dapat diantisipasi, aku harus menitipkan seluruh dokumenku pada agen. Kurasa itu tindakan tepat, dan aku tidak keberatan.

Namun, masalah tak selesai di situ. Meski dokumen sudah tidak lagi di tanganku, majikan terus mendesak agar secepatnya aku pergi dari rumahnya. Anehnya, bukan mengembalikan aku pada agen atau memulangkan aku ke Indonesia, majikan malah bersikeras hendak mencarikan majikan baru untukku. Sampai-sampai, soal dokumenku yang tidak lagi di tangan, mereka anggap bukan masalah. Aku diminta ganti agen, lalu melaporkan kehilangan dokumen ke kantor polisi, juga imigrasi dan konsulat.

Disuruh begitu, aku jadi ketakutan. Aku cuma lulusan SMP, ndak ngerti apa-apa, apalagi memalsukan dokumen. Walaupun majikan mengajariku ”bermain politik secara rapi”, tetap saja aku tak berani. Yang kutakutkan, kalau sampai ketahuan pihak berwajib dan berakibat aku masuk penjara atau tak bisa pulang ke tanah air, apakah tidak tambah berabe? Ketakutan alamiah itu membuatku cuma bengong. Masak aku harus pindah majikan, lalu majikanku sendiri yang mau mencarikan. Sedikit pun mereka tak percaya pada agen. Ketakutanku kian memuncak. Jangan-jangan, ucapan agenku benar: aku mau dijual kepada orang lain.

Selama sebulan, aku terus diintimidasi, dipaksa memalsukan dokumen. Sesuatu yang jelas-jelas tak dapat kulakukan. Selain takut ketahuan, aku juga takut dosa. Namun, karena tiap hari didesak majikan untuk melapor kehilangan dokumen ke polisi, imigrasi dan konsulat, lama-lama aku tak kuat juga. Meskipun aku sudah pindah agen, tetap saja aku dibayang-bayangi ketakutan. Takut tidak dapat pulang ke Indonesia. Daripada berisiko, tak ada jalan lain, aku harus pergi dari rumah majikan.

Kupikir, tak ada gunanya aku bertahan di rumah itu. Sudah dibayar rendah, tidak dikasih libur, eh, sekarang mau dicarikan majikan baru dengan dalih kasihan padaku. Sudah pasti, aku akan sangat berterima kasih kalau niat mereka tulus ingin menolong aku dari jeratan eksploitasi. Namun, karena mereka mengharuskan aku memalsukan dokumen, secara tidak langsung mereka justru ingin menjerumuskan aku.

Setelah lari dari rumah majikan, tujuan pertamaku adalah KJRI, mencoba mencari solusi. Tidak tanggung-tanggung, kubawa barang bukti berupa kaset rekaman hasil pembicaraanku dengan majikan tentang hak yang tidak kuterima dengan sewajarnya. Namun, jujur saja, tidak ada jawaban memuaskan yang bisa kudapat dari KJRI. Aku masih ingat, di akhir pembicaraanku dengan staf KJRI (maaf, namanya sengaja tidak saya sebut), aku hanya diminta menyampaikan kepada agen agar mereka tidak menarik potongan terlalu besar. Hanya itu. Tidak ada lagi pesan lain.

Jalanku pun seolah buntu. Majikan memintaku memalsukan dokumen, agen baru tak dapat membantuku karena aku tak pegang dokumen, sementara KJRI seolah tak peduli terhadap kasusku. Entahlah, sampai sekarang aku pun masih bingung. Haruskah aku kembali pada agen lama dan menuntut majikanku, ataukah aku memang harus nekat ganti dokumen? Semoga, dengan bantuan teman-teman ATKI, aku bisa memperoleh jalan yang terbaik.

0 komentar di "NURHAYATI DIPAKSA MEMALSUKAN DOKUMEN"

Posting Komentar