MAJIKAN MENCOBA MEMBUNUHKU

Gara-gara memutus kontrak kerja dengan majikan, Monika – BMI asal Karang Jati, Bebegan Boja – mengalami percobaan pembunuhan yang dilakukan majikannya. Gadis kelahiran 19 Desember 1982 ini didorong ke bibir jendela dan disuruh melompat ke lantai dasar apartemen.

Ketika aku mulai bekerja di Flat 10.11 Choiying House, Sheung Shui, majikanku masih seorang pengangguran. Mungkin karena itu, aku hanya digaji sekitar Rp 2 juta per bulan. Selisih sedikit dengan gajiku sewaktu bekerja di Malaysia, negeri yang memberiku banyak pengalaman kerja.
Sedari awal, aku menangkap kesan, majikanku memang gak genah. Sudah menggaji di bawah standar, ia juga membikin peraturan: seluruh biaya makan minum dan ongkos jalan-jalan dengan majikan, ditanggung sendiri. Akibatnya, selama 14 bulan bekerja dengannya, tak sedikit pun aku berkesempatan menabung. Apalagi mengirimkan sebagian jerih payahku untuk keluarga di kampung.
Berbeda dengan pengalamanku bekerja sebelum ini, tugas mengasuh dua anak majikan sungguh terasa berat. Bukan apa-apa, ”anak-anak”-ku ini sangat bandel dan nakalnya minta ampun. Terutama si sulung. Suka sekali ia mengadukan aku kepada orang tuanya, yang berujung pada omelan dan ancaman majikan hendak mem-PHK aku. Sudah tak terhitung, betapa sering aku kena marah nyonya lantaran pengaduan anaknya.
Aku pun menyadari, sejak awal, keluarga majikan memang kurang menyukai kehadiranku. Soal tekanan batin ini, sebenarnya sudah berulang kali kuceritakan kepada agen. Namun, sedikit pun agen tak pernah menanggapi. Kalaupun berkomentar, paling cuma bilang, ”Your employer is very good”.
Di mata agen, majikanku mungkin dinilai baik hati. Sehingga, sejuthek apa pun perasaanku bekerja di rumah majikan, aku diharuskan bertahan. Harapan agen, siapa tahu pada kontrak kedua nanti mereka tidak lagi memotong biaya makan minum, layaknya anak kos-kosan. Penjelasan agen bisa kuterima. Tetapi, konyol juga kalau aku mesti bertahan bekerja, sementara hasilnya sudah jelas nol besar.
Setelah kutimbang-timbang, akhirnya kuberanikan diri mengatakan kepada majikan untuk menghentikan kontrak (break contract). Keputusan itu aku sampaikan sebulan sebelumnya, agar aku tak merugi sebulan gaji. Mendengar keputusanku, agen menyambut gembira. Namun, tidak demikian halnya sikap majikanku. Ia amat kesal dan sakit hati dengan tindakanku yang – mungkin dia anggap – kurang ajar.
Ujung-ujungnya, pada 26 November malam, aku diusir dari rumah dengan satu syarat: harus pergi dengan cara melompat lewat jendela. Tidak boleh lewat pintu. Sementara barang-barangku seperti koper, tas, dan lain-lain, yang sudah kupersiapkan sebelumnya, dirampas dan disita. ”Cepat kamu keluar dan melompat dari sini, jika tak ingin diseret satpam,” ujarnya sambil mendorong tubuhku ke jendela kamar.
Siapa pun pasti panik menghadapi situasi seperti itu. Bagaimana mungkin aku menjatuhkan diri dari apartemen setinggi ini? ”Aku masih ingin hidup, Nyah,” ratapku, berharap majikan mau mengubah perintahnya yang jelas-jelas bertujuan membunuhku. Tetapi, nyonya tampaknya sudah tak peduli dan mau mendengar permohonanku. Terus saja ia menyuruhku melompat sembari membentak-bentak.
Beberapa kali aku mencoba melongok ke bawah, ke lantai dasar yang beraspal. Semakin ngeri aku melihatnya. Terbayang, jika tubuhku melayang, jatuh tengkurap di lantai dasar, bermandikan darah...uh, bisa saja nyawaku melayang seketika. Lalu, bagaimana dengan perasaan keluargaku? Duh, tak bisa kubayangkan, aku pulang hanya tinggal nama. Benar! Aku masih sayang nyawaku. Lebih baik aku diseret satpam ketimbang menuruti perintah majikan.
Mungkin karena dorongan bayangan kengerian yang begitu rupa, muncul keberanianku untuk menolak perintah majikan. Aku bergeming dan tak hirau, meski nyonya bertambah kalap dan menatapku dengan mata melotot. Ia masih terus berusaha mendorong tubuhku keluar dari jendela. Tapi, itu tadi, aku tidak ingin mati konyol. Karenanya, aku tetap mempertahankan posisi tubuhku dengan berpegangan erat pada tepian jendela. Saat itu, aku sempat apatis. Rasanya kok nggak mungkin aku bisa lepas dari desakan nyonya.
Tetapi, cinta kasih Tuhan telah menyelamatkan nyawaku. Dalam situasi mencekam, tiba-tiba terpikir olehku untuk merebut barang-barangku yang telah disita nyonya. Dengan segala upaya, aku berjuang untuk menggapai barangku, lalu merebutnya. Saat itu juga, perhatian nyonya teralihkan. Tidak lagi berusaha mendorongku keluar jendela, melainkan menghalang-halangiku mengambil milik pribadiku.
Seperti anak kecil berebut mainan, kami terlibat dalam adegan tarik-menarik barang. Tak satu pun yang berusaha mengalah. Sampai akhirnya, nyonya mendorongku dengan keras hingga aku jatuh berdebam ke lantai. Kepalaku membentur ubin dengan keras.
Ganjilnya, nyonya lalu buru-buru membantuku bangun. Dan, ini yang tak kusangka, ia kemudian membenturkan kepalanya sendiri ke dinding sekencang-kencangnya, sambil mengancam akan melaporkan aku ke polisi. Segera setelah itu, nyonya menyuruhku mengambil barang-barang dan segera angkat kaki dari rumah itu. Tentu, lewat pintu utama.
Namun, meninggalkan rumah majikan bukan berarti aku sudah aman. Tak kuduga, majikan benar-benar melakukan apa yang ia katakan: melaporkan aku ke polisi dengan memutarbalikkan fakta. Begitu hebatnya dia ”mencari kebenaran” dengan cara mengambinghitamkan pembantu.
Majikanku memang terang-terangan telah memberikan keterangan palsu kepada polisi. Aku dituduh melakukan kekerasan fisik kepada majikan. Laporannya: pembantu mendorong majikan. Sempat aku syok. Tapi aku percaya, Tuhan tidak buta. Tuhan maha adil. Suatu saat, Tuhan pasti akan menunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar.
Karena ulah majikan, aku terpaksa mondar-mandir ke kantor polisi dan shelter Kotkiho, tempatku kini berteduh. Tapi, sampai sekian lama, pihak kepolisian tidak juga mengambil tindakan, bahkan seperti sengaja membiarkan masalah ini berlarut-larut. Alasannya, antara pembantu dan majikan sama-sama tak dapat memberikan bukti-bukti konkret.
So pasti, aku sendiri berharap masalah ini cepat selesai. Jujur, aku amat-sangat membutuhkan surat keterangan dari kepolisian, untuk melengkapi lampiran berkas menuntut majikan dalam kasus lain: underpayment! (Kristina Dian S)

0 komentar di "MAJIKAN MENCOBA MEMBUNUHKU"

Posting Komentar