NYONYA TEGA, TUAN KURANG AJAR

Ironis benar nasib yang dialami Yosi, BMI asal Lampung yang pernah bekerja di daerah Yuen Long. Tiap malam, dara kelahiran 1985 ini diperintah majikan perempuan mencari rongsokan. Keliling tempat sampah di seputar apartemen. Sudah begitu, majikan laki-laki suka berbuat tak senonoh. Kepada Apakabar, Yosi menuturkan pengalamannya empat bulan bekerja di rumah ”terkutuk” itu.
”Aku berangkat ke Hong Kong melalui PT Wahana Karya, Tangerang. Awalnya aku merasa beruntung, bekerja di Yuen Long, NT, pada sepasang suami istri yang – dari segi usia – bisa dibilang sudah kakek nenek. Aku memanggil mereka dengan sebutan kong-kong dan bobo. Di flat itu, tugasku hanya mengurus mereka berdua. Paling hanya ditambah seorang cucu, yang dititipkan kedua orangtuanya setiap siang. Malamnya, si cucu dijemput kembali.

Gaji yang kuterima di rumah ini hanya HK$ 1.800/bulan. Itu pun langsung kubayarkan ke agen, sehingga tidak sepeser pun yang tersisa untukku. Aku juga tidak pernah mendapatkan hak libur. Tapi, bukan faktor itu yang membuatku akhirnya memilih minggat dari rumah majikan. Melainkan, karena kedua majikanku sudah keterlaluan. Si nenek tega, si kakek kurang ajar. Keduanya telah berbuat jahat kepadaku. Bahkan, menurutku, mereka sudah tidak punya perasaan.

Bayangkan, bobo setiap malam menyuruhku keluar rumah, berkeliling tong sampah di sekitar apartemen untuk mencari barang rongsokan. Mulai dari koran, kaleng bekas, dan barang-barang lain yang bisa dijual. Biasanya, ”tugas” memungut sampah kulakukan sebelum tidur dan sesudah mandi malam. Barang-barang bekas itu kucari dari satu tempat ke tempat sampah lain, yang terletak di dua tangga apartemen.

Kalau aku ”beruntung” mendapat rongsokan banyak, sudah pasti aku sering kewalahan membawanya ke rumah. Namun, tiap kali melihatku kepayahan, majikan bukannya membantu tetapi malah marah-marah. Tidak sedikit pun nyonya tua itu berbaik hati dengan memaklumi keadaanku. Esok paginya, tugasku adalah menjual barang-barang rongsokan tersebut, lalu menyetorkan uangnya kepada mereka.

Bagaimana dengan tuan? Sama saja, tuan bahkan lebih tak punya hati lagi. Sudah tidak terhitung, sejak aku bekerja di rumah itu, aku diperlakukan tidak senonoh. Ia suka memegang-megang dan sengaja menyenggol tubuhku. Perlakuan seperti itu biasanya kuterima setiap kali kakek habis nonton film biru. Betul sekali, kakek memang suka nonton film ”begituan”.

Masih membekas dalam ingatan, saat tuan – untuk kali kesekian – memperlakukan aku seperti itu. Saat itu aku sedang menjemur baju, sedangkan kakek serius nonton film. Tiba-tiba, kakek mendekap tubuhku dari belakang. Aku memberontak dan berhasil menghindarinya. Mungkin karena kemauannya tak keturutan, kakek mengikuti kemana pun aku pergi. Ke dapur, ke ruang tamu, pokoknya ke mana saja aku bekerja membersihkan rumah.

Peristiwa seperti itu memang sering kualami. Untungnya, sampai sejauh itu aku berhasil menolak. Aku tidak mau diperlakukan seperti pembantu sebelumnya, yang – kudengar – rela dan mau saja melayani kakek demi sebuah imbalan. Sebenarnya, aku tidak terlalu menyalahkan kakek jika sekarang ia berkeinginan memperlakukan aku sama seperti pekerja sebelumku. Dipikirnya, aku mau melayani dan meladeni kemauan kakek 70 tahun itu.

Takut terjadi sesuatu, akhirnya kuputuskan untuk menyudahi bekerja di rumah itu. Kenapa? Kakek semakin lama semakin keterlaluan. Sering kulihat ia tak berbusana saat mencuci celana dalamnya. Seolah-olah, hanya dia seorang di rumah itu. Sama sekali tak peduli keberadaanku, yang notebene seorang perempuan. Sehari-hari, ia juga gemar memakai celana pendek yang...ya ampun, selain puendeeek banget, kain celananya juga tembus pandang.

Rencana kabur sebenarnya sudah lama kususun. Tetapi, baru pada pukul 10.30 malam itu rencana terlaksana. Tidak ada sesuatu yang menyulitkan kabur dari rumah itu. Sebab, setiap malam sehabis mandi, aku punya tugas rutin keluar rumah: memungut barang-barang bekas. Praktis, baru menjelang pagi, majikan mengetahui kepergianku.

Kalau mau jujur, tugas mencari barang rongsokan sebenarnya masih bisa ”kuterima”, meski dengan terpaksa. Tetapi karena perilaku kong-kong semakin kurang ajar, lari dari tempat bekerja kuyakini sebagai jalan yang terbaik. Yang kutakutkan, tingkah kong-kong semakin lama semakin tidak terkontrol.

Kejadian itu bukan mustahil terjadi, karena tuan suka berbuat nekat. Suatu kali sebelum aku kabur, misalnya, tuan pernah melakukan tindakan yang menurutku sangat kelewatan. Hari itu nyonya pulang dari suatu tempat dengan membawa seekor anjing. Alasannya: buat jaga rumah.

Nyonya mungkin lupa, tuan paling anti terhadap semua binatang berkaki empat. Akhirnya, tanpa sepengetahuan nyonya, anjing itu diracun hingga mati. Bayangkan, apa jadinya jika aku terus-terusan menolak kemauan tuan? Bukan mustahil, aku juga diracun atau dikasih obat mematikan. Hiii...!” (Kristina Dian S)

4 komentar di "NYONYA TEGA, TUAN KURANG AJAR"

Posting Komentar