SETELAH DIPUKUL AKU DITUDUH MENCURI

Belum 10 hari bekerja di rumah majikan, serangkaian peristiwa telah dialami Rita (bukan nama sebenarnya), September 2006 lalu. Ia dianiaya, dituduh mencuri, dan terakhir: di-terminate. Melalui jalur hukum, ia menuntut sang majikan, tetapi hingga kini nasib ibu seorang putri berusia 3,5 tahun ini masih terkatung-katung. Kepada Apakabar, BMI asal Tulungagung yang kini tinggal di shelter FKMPU itu bercerita panjang lebar:


”Didorong oleh keinginan untuk membantu meringankan beban suami yang patah tangan akibat kecelakaan, Agustus tahun lalu aku memutuskan berangkat ke Hong Kong – setelah tiga bulan diproses PT. Aku dipekerjakan di Kwun Tong, dengan tugas merawat seorang anak dan bersih-bersih rumah. Tiap hari, nenek datang membantu mengawasi si bocah.

Tuanku seorang polisi, sedangkan nyonya pemilik salah satu agency penyalur tenaga kerja. Siapa sangka, kedua majikanku bukan sosok yang takut pada peraturan negaranya sendiri. Terbayang jelas olehku, kejadian pada 11 September, saat aku dianiaya majikan. Sore itu, sebelum nenek memandikan cucunya, aku menyalakan tombol pemanas air terlebih dulu, sebelum kutinggal masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Sekitar pukul 7 malam, kedua majikanku pulang kerja, dan mendapati tombol pemanas masih menyala. Rupanya, aku dan nenek lupa mematikan. Mendapati hal itu, majikan langsung marah dan menuduhku mandi pakai air panas. Meski sudah kujelaskan siapa yang mandi, mereka tetap tak percaya. Akhirnya, tuan menarik tanganku ke kamar mandi, dan langsung ditampar. Tanganku dipukul hingga memar, kepalaku dibenturkan ke dinding kamar mandi.

Tak kuasa menahan rasa sakit, aku mencoba menghindar ke dapur. Namun tuan mengejarku. Dari belakang, tuan kembali memukul. Puncaknya, tuan meraih sebilah pisau dapur. ”Kalau kamu masih berani mandi pakai air panas, kulempar kamu dari lantai empat ini, supaya kamu mati,” ancamnya, seraya mengibaskan pisau tersebut di depan mataku.

Itulah kejadian pertama aku mendapat penganiayaan fisik dari tuanku, yang seorang polisi. Sebenarnya, bisa saja aku – yang setiap hari tidur pukul 12 malam – memilih diam mendapat perlakuan seperti itu. Mengalah, menyadari masih pembantu baru. Tapi karena takut kejadian itu terulang, ditambah tiap malam aku tak bisa tidur lantaran badan sakit, terpaksa aku melaporkan majikan ke agen, tiga hari setelah kejadian. Respons agen? Dia bilang, tindakan majikanku memang keliru, dan berjanji memberikan teguran. Namun, teguran lembut agen justru disambut dengan emosi meluap oleh kedua majikanku.

Oh ya, majikan perempuanku juga mempekerjakan seorang staf untuk membantu urusan kantor. Panggil saja dia Susi (bukan nama asli). Mantan BMI asal Blitar yang sudah menikah dengan penduduk Hong Kong ini termasuk kepercayaan majikan. Ia sudah enam tahun bekerja pada nyonya.

Menurut Susi, seusai teguran agen ke nyonya perihal ulah suaminya, majikan marah besar kepadaku. Dan, entah apa yang mereka rencanakan setelah laporanku pada 14 September itu. Yang jelas, aku menghadapi masalah besar yang sampai sekarang membuat hidupku tak tenang.

Aku sedang mengelap boneka, ketika Susi tiba-tiba memanggilku. Katanya, ia disuruh nyonya mencari gelang dan uangnya yang hilang. Kedua barang berharga itu memang hilang beberapa waktu lalu, tetapi sebenarnya sudah ditemukan. ”Sekarang periksa baju-bajumu, siapa tahu ada barang majikan di kantongmu,” kata Susi, memberi perintah.

Begitu kuperiksa, uh, alangkah terkejutnya aku. Di tumpukan bajuku kutemukan barang-barang yang sedang dicari majikan. Napasku seolah terhenti. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa uang dan gelang itu terselip di antara pakaianku. Lewat Susi, majikan kemudian bilang: sudah tidak mempercayaiku lagi. Tapi, bukan kepercayaan majikan yang membuatku ingin menangis pada waktu itu. Melainkan, mereka sengaja menjebakku.

Aku dituduh mencuri, lalu diancam untuk mengakui apa yang tidak kulakukan. Dalihnya: tidak ada orang lain di rumah, selain diriku. Dan, agar mereka tidak melaporkan aku ke polisi, aku dipaksa mencabut laporanku kepada agen tentang penganiayaan tuan beberapa hari sebelumnya. Kalau aku menolak, mereka akan melaporkan aku ke pihak berwajib yang – kata mereka – bisa membuatku dipenjara seumur hidup.

Tragedi 14 September itu sungguh memilukan. Aku didesak, dipaksa, dan diancam. Tapi karena aku memang tidak mencuri, aku bertahan pada prinsipku, sekalipun Susi mengajariku menghapal beberapa kalimat dalam bahasa Kanton. Sekali-dua kali, aku tetap tidak mau mengulang kata-kata: ”tuan tidak memukul, saya mencuri”. Karena aku nggak juga nurut, majikan bilang, polisi segera datang menangkapku.

Kepanikan membuat aku mengucapkan juga kalimat yang diajarkan Susi kepadaku tadi. Sialnya, aku tidak tahu, mereka ternyata merekam apa yang barusan kuucapkan. Aku kembali terjebak! Dua hari setelah tuduhan itu, 16 September, aku dikembalikan ke agen. Masih kuingat, sepulang menjemput anak, baju-bajuku sudah dibereskan. Aku harus angkat kaki dari tempatku bekerja, yang baru 10 hari kulalui.

Kutunggu sampai empat bulan di agen, urusanku dengan majikan belum kelar juga. Setiap kali aku bertanya: kapan majikan memulangkan aku ke Indonesia, agen cuma bilang, besok dan besok. Entah sampai berapa kali. Sebenarnya majikan telah memberikan uang, tetapi uang tersebut tak pernah sampai ke tanganku, meski kuitansi sudah kutandatangani. Agen berkilah, takut uang itu hilang.

Lantaran urusan tak kunjung kelar, terpaksa aku lari dari rumah agen, mencari perlindungan ke FKMPU. Kalau aku lari dari dulu, mungkin nasibku tak sampai terkatung-katung seperti ini. Sejak aku keluar dari rumah majikan dan agen, dua kali sudah aku disidang di Labour Tribunal dan sekali di sidang kriminal pada 22 Mei lalu. Sidang polisi ini ditunda sampai 8 Agustus nanti. Mudah-mudahan, aku berhasil melewati masa-masa kritis ini.

Meski saat ini aku dinyatakan sebagai tersangka, tapi aku yakin, Tuhan pasti membantuku. Sampai kapan pun, akan kutunggu dengan sabar berakhirnya kasus ini. Akan kubuktikan bahwa Rita memang tidak bersalah!” (Kristina Dian S)

0 komentar di "SETELAH DIPUKUL AKU DITUDUH MENCURI"

Posting Komentar