Tausiyah Di Antara Botol Bir dan Asap Rokok

TAI PO – Menilai watak, tabiat dan karakter seseorang tidak cukup hanya dengan melihat penampilan. Belum tentu orang yang berjilbab memiliki moral atau akhlak yang baik. Begitu juga sebaliknya, orang-orang yang tidak menutup aurat belum tentu akhlaknya tidak baik. Begitulah ”kata pengantar” yang disampaikan oleh Ustad Ali Aziz, ketika memberikan siraman rohani untuk kalangan tomboy di toko Indonesia, Minggu (22/10), tepat sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri.


”Kata pengantar” Ustad Ali yang menyentuh hati para pengunjung Toko Abadi, NT, itu membuat pengunjung toko – yang mayoritas memang terdiri atas kaum tomboy – merasa sejuk dan antusias mendengarkan ceramah agama yang baru pertama kali diadakan di tempat itu. Tentu, karena kagok atau rikuh, awalnya ada juga beberapa pengunjung yang memilih menyingkir ketika ustad asal Lamongan yang diundang KJRI untuk memberikan bimbingan agama selama Ramadhan itu mengawali tausiyahnya.

Bisa dimaklumi. Toko milik Mr Lie ini dikenal sebagai salah satu tempat nongkrong paling ramai di antara belantara toko-toko Indo yang berada di San Kaisi (pasar baru) Tai Po, NT. Selain tempatnya strategis serta pelayanan ramah, toko ini adalah salah satu tempat ngumpulnya komunitas tomboy. Tidak sekali dua, tempat ini bahkan menjadi semacam ”fasilitator” peresmian hubungan sesama jenis, layaknya pernikahan yang sebenarnya. Ada yang berkedok pesta ulang tahun, ada juga yang melakukannya terang-terangan. Toko ini memang menyewakan tempat untuk hajatan seperti itu, dengan biaya terjangkau.

Di antara kepulan asap rokok dan bau alkohol inilah, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.... memberikan tausiyah-nya. Dan, mungkin karena dari sononya sudah tahu siapa yang bakal menjadi audiensnya, Ustad Ali sengaja menyodok dengan membahas terlebih dahulu perihal penampilan dan kaitannya dengan akhlak. Sesudahnya, barulah Pak Ustad masuk ke materi yang sarat dengan pesan moral keagamaan. ”Aduh, aku malu nih. Masa mendengarkan ceramah agama dengan pakaian seperti ini,” celetuk seorang tomboy, yang hari itu memakai singlet dan celana komprang.

Kepada Apakabar, pengunjung lain yang hari itu mengenakan jilbab, mengaku sempat tak percaya ada seorang ustad datang lalu memberikan ceramah di tempat seperti itu. ”Alhamdulillah. Bersyukur sekali ada pendakwah yang mau peduli pada teman-teman di sini. Allahu akbar,” ujarnya sambil terus mendengarkan tausiyah.
Di tengah-tengah ceramah, giliran ustad dan rombongan – terdiri atas para staf KJRI Hong Kong – yang dibikin bengong, tak percaya, saat melihat dan mendengar anak-anak dari komunitas tomboy ternyata fasih dan pandai menyanyikan lagu bernapaskan Islami, bahkan shalawatan. Itu terjadi ketika Ustad Ali menawarkan kepada audiens untuk unjuk kebolehan menyanyi lagu dangdut atau pop. Tapi, bukannya menyanyikan lagu permintaan ustad, mereka malah shalawatan. ”Luar biasa, ternyata saudara-saudara saya sangat pandai,” seru Ustad Ali.
Gaya ceramah Pak Ustad yang familiar dan sarat humor, tentu menjadi nilai lebih yang lain, sehingga para tomboy merasa mendapatkan tetesan air yang menyejukkan jiwa. Di sini semakin jelas terasa, kaum tomboy umumnya memang kering terhadap sentuhan rohani. So, sebagai gebrakan awal, dakwah yang dilakukan dengan mendatangi orang-orang yang belum terajak ini kiranya patut dipuji. Setidaknya, lewat cara ini, selain lebih menyentuh, juga mampu memberikan penyadaran kepada audiens untuk selalu ingat tujuan semula mereka pergi ke Hong Kong.
Terkait dengan itu, Ustad Ali antara lain mengatakan: ”Bagaimana pun beratnya tantangan hidup di dunia, jangan sampai kita melupakan ibadah kepada Allah. Dan, jangan sampai kita hanyut dalam kehidupan free sex yang sangat dilarang oleh agama. Marilah kita kembali kepada tujuan hidup kita yang pertama saat meninggalkan keluarga dan sanak saudara. Sesudah itu, kalau bisa, kita juga berusaha mengharumkan nama baik bangsa dan negara kita.”
Sayang, sesi tanya jawab (sesi terakhir menjelang ceramah usai) tak dapat berlangsung lama, lantaran Ustad Ali sudah ditunggu organisasi keagamaan di Yuen Long. Padahal, jelas terlihat, komunitas tomboy masih ingin mendengarkan ceramah – yang sudah dua jam mereka ikuti – dari pengurus majelis ulama Jatim ini. Tak kalah antusias, pemilik toko Abadi bahkan sampai menawarkan bonus: berbuka bersama untuk kali terakhir di bulan Ramadhan 1427 H bersama seluruh pengunjung toko.
Sebelum rombongan undur diri, Ustad Ali masih sempat memimpin doa bersama. Dan...ya Allah, hampir seluruh pengunjung di tempat itu mendadak hanyut dalam lautan air mata. Sesekali, terdengar suara sesenggukan yang kian memiriskan suasana. Agaknya, doa muhasabah yang cukup panjang itu benar-benar mampu membawa mereka larut dalam kekhusukan.
Menurut Mami Elin, pelayan toko Abadi yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh majikannya, sejauh ini memang belum pernah ada kegiatan siraman rohani di tempatnya. ”Ini yang pertama,” cetus wanita asal Blitar itu, seraya membenarkan bahwa tokonya memang kerap disewa untuk menggelar acara ”jadian” hubungan antar-sesama.
So? Kisah ”tausiyah di rumah tomboy” ini rasanya tak boleh berhenti sampai di sini. Ia sepatutnya menjadi bagian dari kepedulian para pendakwah lain maupun organisasi keagamaan yang menjamur seantero Hong Kong. Seperti imbauan dan harapan Siti, yang juga diamini konco-konconya, ”Kalau bisa, tiap bulan ada acara semacam ini di tempat seperti ini. Selain agar tidak cepat lupa dengan materi sebelumnya, juga agar kita tidak kehilangan kendali menghadapi dunia luar,” ujarnya, serius. Nah lo, kenapa tidak kita sambut ajakan silaturahmi saudara-saudara kita ini? (Kristina Dian S.)

1 komentar:

Posting Komentar