UPAH RENDAH KERJA DI SAWAH

Tak tahan dipekerjakan di sawah, Minarti – janda satu anak asal Blitar – memutuskan kabur dari rumah majikannya di Thung Chung. Sial, polisi yang ia minta mengantar ke agen untuk mengambil dokumen, malah balik menangkapnya. Ia dituduh mencuri empat tea set dan uang HK$ 70. Dua hari satu malam ia ditahan di kantor polisi.

Sulung dari dua bersaudara kelahiran 2 Mei 1977 itu berusaha tersenyum saat ditemui Apakabar di kantor ATKI, Minggu (18/11). Meski sudah beberapa pekan kabur dari rumah majikan, tetapi matanya masih terlihat sembab. ”Soalnya, pacar saya mau menikah dengan orang lain,” ungkapnya, jujur.

Problematika kehidupan yang datang susul menyusul, menurut Minarti – perempuan itu – membuatnya jatuh dalam derita panjang. ”Kalau dulu saya punya prinsip: cita-cita demi cinta. Sekarang tidak lagi. Cita-cita saya kandas oleh ulah majikan. Cinta pun kini sudah menghilang.”

Minarti berangkat ke Hong Kong pada 4 Juni 2007 melalui PT AKM, yang berkantor di Jln. Sawo, Kel. Beringin, Surabaya. Anak Anida Agency ini dipekerjakan di daerah Tung Chung pada rumah bertingkat dua seluas 2.000 square. Rumah yang hanya dihuni dua orang – anak dan emak – ini terletak di kaki bukit. Tung Chung adalah satu dari sedikit daerah bernuansa perdesaan di Hong Kong.

Oleh majikan, Minarti dipekerjakan di dua ladang: sayur dan buah. Tiap hari sejak pukul 9 pagi, ia berangkat ke kebun hingga matahari tepat di atas kepala. Apa saja ia lakukan. Mulai dari mencabut rumput yang tumbuh liar, menanam, mencangkul atau sekadar memetik hasil kebun.

Setiap pergi ke sawah, ia selalu didampingi majikan. Ini yang membuatnya tak kuasa menarik napas barang sejenak. Padahal, setiap kali berangkat ke sawah, ia harus memikul dua ember air pipis semalam yang telah dicampur air. ”Kata majikan, air pipis sangat baik untuk tumbuhan,” ujarnya. Bukan persoalan membawanya ke sawah yang membuat Minarti menutup hidung. ”Tetapi, baunya itu.” Apalagi, waktu tempuh dari rumah ke sawah mencapai 15 menit.

Meski pekerjaannya berat – tiap pulang juga mesti memikul hasil tanaman – Minarti tidak beroleh jatah makan siang yang layak. ”Kalau disuruh nyangkul, saya dikasih semangkok mi instan. Tapi kalau tidak nyangkul, saya hanya dikasih selembar roti tawar plus sebotol mini air minum,” tuturnya.

Lantaran seringnya turun ke tanah berlumpur, kaki BMI eks-Singapura (6 tahun) ini pun ditumbuhi bintik-bintik merah. Gatal-gatal tidak hanya dirasakan di kedua kaki, melainkan di seluruh tubuh. Penyebabnya: baju yang dipakainya tak boleh dicuci dengan air bersih yang mengalir dari pegunungan. ”Saya hanya diperbolehkan mencuci baju saya pakai air bekas cucian kerang,” katanya.

Tak tahan dengan gatal di tubuhnya, Minarti pun melapor ke majikan, bahkan juga agen. ”Tapi majikan nggak ngasih. Malahan dia bilang: hal biasa karena baru pertama turun ke sawah.” Apa artinya? Obat tak pernah ia dapatkan. Sudah begitu, sepulang dari kebun – yang pada awal dulu ditanami kacang tanah – Minarti sudah dihadapkan pada tumpukan pekerjaan rumah.

Menurut janda satu anak ini, rumah majikannya sangat kotor. Kardus, koran bekas maupun barang-barang tak terpakai lainnya berserakan di mana-mana. ”Tempat itu nggak cocok disebut rumah.” Saking kotornya, sarang laba-laba dan kepompong juga memenuhi ruangan di rumah itu. Apalagi, sang majikan acapkali menjual hasil kebunnya di rumah. ”Pembeli datang ke rumah.”

Meski tahu kondisi rumahnya kotor, majikan melarang Minarti membersihkan. Alasannya, terlalu berharga untuk dibuang. Apa pun, Minarti menilai, sang majikan memang tergolong orang yang tidak suka kebersihan.

Yang lebih kebangetan, selama bekerja di rumah itu Minarti tak pernah beroleh libur (diganti uang HK$ 00/bulan) serta digaji di bawah standar. Upah yang sebesar HK$ 1.800 itu pun langsung disetorkan ke agen. Menyadari hal itu, Minarti akhirnya memutuskan kabur dari rumah majikan pada 7 September lalu.

Kebetulan, saat itu majikannya pamit Loi Hang selama seminggu. Sebelum kabur pada pukul 5.30 di pagi buta, seluruh lampu rumah terlebih dulu ia matikan. Lalu, Minarti meletakkan kunci rumah di laci dan mengambil gemboknya untuk mengunci rumah dari luar.

Cuma, keputusan kabur bukan berarti langsung menyelesaikan semua masalah. Seminggu kemudian, Minarti menemui persoalan baru, dipicu tindakan agen yang menolak memberikan dokumen dirinya. Dalih si agen, apa lagi kalau bukan kabur dari rumah majikan.

Itu sebabnya, pada kedatangan kedua ke kantor agen, Minarti meminta bantuan polisi untuk menemani mengambil dokumen. Tak terduga, polisi yang ia minta mendampingi malahan balik menangkap. Penyebabnya, majikan melapor ke agen bahwa pembantunya lari dan mencuri empat tea set dan uang sebesar HK$ 70.

Bisa ditebak, perempuan yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini pun digiring ke kantor polisi Tung Chung. Ia ditahan selama dua hari satu malam. Minarti dibebaskan tanpa persyaratan dan jaminan, karena tuduhan majikan tak terbukti. Setelah surat keterangan dari polisi didapat, ia pun dipulangkan ke shelter pada pukul 12 malam.

So? Jadwal pertemuan (meeting) pertama dengan majikan sudah ditentukan Labour Department, tempat Minarti mengadukan perkara. ”Tapi hari itu majikan nggak datang, dengan alasan sakit.” Karenanya, sesuai jadwal, pada 22 November sidang Labour kembali digelar. Minarti berharap, kali ini majikan datang agar masalahnya cepat selesai.

Kalau sudah kelar? ”Saya ingin lekas pergi dan bekerja di Macau. Saya nggak mau bertemu dengan orang yang saya pikir bisa menggantikan posisi suami pertama. Terus terang, saya juga traumatis bekerja di Hong Kong,” cetus Minarti, menutup obrolan dengan Apakabar di petang itu. (Kristina Dian S)

0 komentar di "UPAH RENDAH KERJA DI SAWAH"

Posting Komentar