FENOMENA GAJI BAWAH STANDAR

Bagian 1
Bantuan Hukum Melalui Konseling

Dendam diperlakukan tidak baik dan gaji dimonopoli oleh majikan, Puspirani asal Indramayu menuntut majikan, menjelang kontrak finish. Awalnya, gadis kelahiran 12 Mei 1979 ini seperti kebanyakan BMI ”anyar” lain: takut menuntut majikan. Berkat usahanya mencari informasi melalui konseling, tindakan menuntut majikan benar dilakukan.

Puspirani berangkat ke Hong Kong pada 5 September 2005, melalui PT Elkarim Cab. Cengkeh. Ia berangkat setelah sembilan bulan menunggu di penampungan Depok. Puspirani dipekerjakan di daerah Yuen Long, dengan tugas merawat dua anak yang masih sekolah tingkat dasar. Sementara kedua majikannya setiap hari berangkat ngantor. Dus, tanggung jawab seutuhnya berada di tangan anak buah Queen Word Agency, yang berkantor di Shueng Wan, ini.

Meskipun soal makan dan tempat diperoleh secara layak, tetapi Rani – sapaan karibnya – sering keluar masuk rumah sakit. ”Kondisi badan saya sering menurun,” akunya. Apa pasal? Ups, selain mengurus rumah dan anak majikan, rupanya ia juga dipekerjakan di rumah lain. Pangkal soalnya, menurut Rani, majikan tak mau tahu dengan kondisi yang dialaminya. ”Majikan tetap menyuruh saya bekerja seperti biasa. Meski, dokter sering mengatakan kepada majikan bahwa saya butuh istirahat yang cukup.”

Biaya berobat memang ditanggung asuransi. Namun, keseringan ”mengunjungi” dokter praktek diakuinya cukup mengganggu. Menganggu? ”Ya, karena menunggu dokter biasanya terlalu lama, sementara saya harus cepat-cepat menjemput anak sekolah dan membersihkan rumah,” sahut Rani.

Bertemu dengan Apakabar di kantor Solidaritas Tenaga Kerja Indonesia (STKI), Rani mengatakan, selama bekerja ditempat itu ia digaji di bawah standar. Bahkan, upah yang sebesar HK$ 1.800/bulan itu akan dipotong 100 dolar kalau ia meminta libur. ”Kata majikan, selama bekerja di rumahnya saya tidak dikasih libur. Alasannya, sudah membuat perjanjian dengan agen. Makanya, gaji saya dipotong sebagai ganti uang libur.”

Pemotongan gaji yang dilakukan majikan Rani, jelas merupakan pelanggaran. Sebab, dalam peraturan yang dikeluarkan pemerintah Hong Kong bagi pekerja asing, justru sang majikan yang harus membayar pekerjanya jika si pembantu dilarang libur. Nyatanya, dalam kisah Puspirani, peraturan justru dibolak-balik dan merugikan pekerja.

Tidak salah kalau Rani akhirnya melaporkan tindakan majikan ke pemerintah, setelah ia dinyatakan finish contract bekerja di tempat itu. ”Tetapi sebelum keluar dari rumah majikan, saya minta bimbingan dan pengarahan hukum dari STKI,” akunya.

Menurut Rani, melakukan konseling sangat penting. Sebab, sebelum berangkat ke Hong Kong, pihak PT tidak membekalinya dengan pendidikan soal hak yang harus diterima, kecuali pendidikan tentang ”kewajiban” yang harus dilakukan BMI ketika bekerja di negara tujuan.

Karena minimnya beroleh hari libur pula, Rani menjadi tidak memiliki cukup informasi mengenai hukum ketenagakerjaan. Dengan bimbingan dan arahan yang diperoleh dari STKI, Rani akhirnya beroleh keberanian untuk melaporkan tindakan majikan. Sekalipun, ketika memutuskan menuntut majikan, Rani sudah keluar dari tempatnya bekerja dan memulai bekerja di rumah majikan kedua.

Tuntutan atas uang libur dan sisa gaji per bulan yang total jenderal mencapai HK$ 47.000, diajukan Rani di ”acara” meeting pertama dengan majikan di Labour Department. Namun, sang majikan ngotot, keberatan membayar tuntutan Rani yang dianggap selangit itu. Apa boleh buat, Rani menindaklanjuti tuntutannya hingga ke sidang Labour Tribunal.

Meskipun di sidang ini majikan bersedia membayar HK$ 25.000, Rani memilih menutup kasusnya. ”Pertimbangannya, saya sedang beradaptasi di rumah majikan kedua,” ujarnya. Suasana adaptasi, membuat Rani tak punya banyak waktu untuk mengurus masalah ini. ”Saat itu saya tidak terpikir atau boleh dikatakan tidak tahu, bahwa menuntut majikan masih bisa saya lakukan meski telah finish contract”.

Yang tak habis Rani syukuri, meski dirinya pernah berurusan dengan hukum karena menuntut majikan, ia malahan mendapatkan majikan yang lebih baik, dan mau membayarnya sesuai aturan. ”Itu bukti, BMI tidak mudah dibodohi atau diperlakukan dengan seenaknya. Yang penting, sebelum menuntut majikan, hendaknya melakukan konseling dan mencari informasi tentang hukum,” pesan BMI yang kini bekerja di daerah Wanchai dan merawat orangtua ini.

Menanggapi kasus-kasus serupa Puspirani, Anton dari STKI mengakui, underpay atau pemotongan gaji seperti dialami Rani memang fenomenal hingga sat ini. Meski hampir setiap hari ada majikan yang dituntut pembantunya, tetapi persoalan seperti ini tak juga reda. Bahkan, bisa dibilang meningkat. ”Ketika mendampingi ’anak’ saya sidang, saya selalu melihat majikan dituntut pembantunya karena membayar gaji di bawah standar,” terang Anton, kepada Apakabar.

Meski persidangan untuk kasus seperti itu sudah sering terjadi, namun nyaris tak pernah terdengar ada majikan yang sampai dipenjara atau didenda HK$ 100.000 gara-gara membayar underpay pembantunya. Sepengetahuan Anton, hanya ada satu preseden, yakni pada tahun 2002.

Menurut Anton, meski banyak BMI mengalami kasus serupa, tetapi cara penyikapan si BMI berbeda-beda. Ada yang sengaja atau terpaksa membiarkan hal itu. Namun, tidak sedikit yang menuntut majikan setelah finish contract. ”Tentu, sangat disayangkan jika hak yang pernah terampas itu tidak dituntut balik,” kata Anton.

Ditambahkan, meskipun kontrak sudah usai, tindakan menuntut majikan tetap sah dan bisa dilakukan BMI. Hukumnya: selagi majikan masih hidup dan tidak lebih dari lima tahun finish dari majikan yang membayar gaji di bawah standar, BMI masih punya hak untuk menuntut majikan. Nah lu!

Lantas, sejauh mana sih peran STKI membantu kasus-kasus yang dialami BMI? Jawabannya bisa Anda temukan pada edisi mendatang. (Kristina Dian S)

Bagian 2
Berjibaku Membantu BMI Bermasalah
Solidaritas Tenaga Kerja Indonesia (STKI) adalah satu dari sekian banyak organisasi buruh yang berkiprah di Hong Kong. Organisasi ini mengutamakan pendidikan hak buruh, sekaligus bergerak dalam penanganan kasus. STKI didirikan tahun 2003, dipimpin oleh Antoni Wong, warga Jakarta yang sudah 30 tahun berdomisili di Hong Kong. Samakah bentuk bantuan yang diberikan STKI dengan organisasi lain?

Yang pasti, STKI disebut sebagai tempat training, karena beberapa agen menitipkan ”anak-anaknya” untuk mendapatkan pelatihan seputar etika dan pekerjaan. Meski STKI tidak berperan sebagai agency, tapi banyak ”anak” STKI yang ”diambil” majikan, lalu mereka bersama mengurus melalui agency.

Konseling diberikan cuma-cuma kepada BMI yang membutuhkan informasi soal hukum. Kecuali, yang bersangkutan tertarik menjadi anggota STKI. Dengan menjadi anggota, STKI memberikan fasilitas tempat tinggal, selama menunggu kasus selesai, menunggu masuk majikan baru atau menunggu pulang tanah air. STKI juga memberi bantuan, bimbingan, dan menemani BMI bersidang.

Menurut Anton, BMI yang meminta informasi soal hukum, rata-rata masih bekerja di rumah majikan. Umumnya mereka adalah korban underpay dan minim hari libur. Arahan diberikan sebelum si BMI keluar (finish atau break contract) dari rumah majikan. ”Tetapi bukan berarti nyuruh kabur, lho,” kata laki-laki yang menikahi Santi asal Jawa Tengah. Justru sebaliknya, ia meminta si BMI bertahan sampai finish kontrak. Sebab, semakin lama bertahan, tuntutan bisa semakin banyak. ”Si BMI juga memiliki waktu untuk mengumpulkan bukti.”

Apa saja sih bukti yang penting dikumpulkan BMI sebelum menggugat majikan? ”Mencatat tanggal dan jumlah gaji yang diterima tiap bulan, serta tanggal libur. Itu semua dicatat dalam buku harian(diary) atau paling tidak di atas selembar kertas. Bukti tambahan adalah kaset rekaman perbincangan dengan majikan,” jelas Anton.

Bicara rekaman, masih menurut laki-laki yang orangtuanya tinggal di Kanada, waktu terbaik untuk merekam perbincangan dengan majikan adalah sebelum keluar dari tempat kerja. BMI yang mendekati finish kontrak misalnya, bertanya pada majikan: ”Apakah masih mau menandatangani kontrak, dan bagaimana perjanjian kerja selanjutnya?” Rekaman jawaban majikan, akan sangat berguna jika kelak mengajukan tuntutan.

Tidak semua bantuan kepada BMI bermasalah diberikan STKI secara cuma-cuma. Organisasi yang berkantor tak jauh dari Time Square ini menarik biaya keanggotaan sebesar HK$ 300/tahun untuk kategori kasus ringan (underpay, tanpa hak libur) dan HK$ 500/tahun kategori kasus berat seperti penganiayaan, tuduhan maupun pelecehan seksual.

Ditanya perihal biaya-biaya ini, Anton menjawab: hal itu sangat diperlukan. Alasannya? ”Kalau BMI itu sudah menjadi anggota, akan memudahkan kami memberi bantuan. Misal, kalau si anggota digebukin majikan. Kami bisa bilang pada polisi atau majikan bahwa si BMI dilindungi asosiasi. Malam hari sekalipun, kami bisa datang untuk memberi bantuan. Begitu juga jika si BMI telanjur ditahan polisi, kami punya hak untuk melindungi,” urai Anton.

Bukan hanya biaya keanggotaan, biaya untuk tempat tinggal sementara pun diberlakukan. Nilainya bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan shelter lain, yang rata-rata hanya menarik biaya HK$ 20 per hari (kalau ada). Di STKI, biaya dikenakan sebesar HK$ 50 per hari. ”Lha, kita kan berdiri sendiri. Artinya, tidak ada yang memberikan subsidi,” kilah aktivis yang sebelumnya bergabung dengan HIDWA.

Lantas, bagaimana dan persiapan apa saja yang dibutuhkan untuk melaporkan majikan pada pemerintah setempat? Berikut petikan perbincangan Apakabar dengan Anton, Minggu (9/12):

Apa saja yang diperlukan untuk melaporkan majikan? Dan bagaimana dengan visa BMI?
Tentu, diperlukan dokumen penting yaitu surat kontrak kerja, paspor, KTP, dan bukti dari apa yang akan dijadikan tuntutan. Menyangkut visa, BMI bisa meminta rekomendasi dari Labour Department untuk extand visa di Imigrasi. Setelah menerima laporan, Labour akan menjelaskan aturan-aturan atau apa saja yang boleh dituntut pada majikan.

Jumlah tuntutan, apakah BMI yang menghitung sendiri?
Bisa. Tetapi sampai di Labour, mereka akan membantu menghitung. Sesudah laporan masuk, Labour akan menentukan kapan pertemuan (meeting) antara BMI dan majikan digelar. Biasanya dua minggu atau paling lambat satu bulan setelah laporan diterima.

Bagaimana dengan BMI yang kurang paham bahasa Kanton?
Pada saat meeting, BMI bisa membawa penerjemah. Dan perlu diketahui, meeting sebenarnya untuk mendamaikan BMI-majikan. Tapi jika gagal didamaikan, Labour akan menentukan jadwal sidang di Labour Tribunal. Di sidang ini, hakim akan mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti dari keduanya (BMI-majikan). Mana yang lebih kuat dan berapa tuntutan BMI yang harus dibayar majikan.

Meski keputusan berada di tangan hakim, tapi hal itu tidak bisa seketika dinyatakan final. Jika keduanya masih keberatan atau bersikeras tidak mau berdamai, sidang ditransfer ke pengadilan luar. Di sini, kedua pihak sama-sama memiliki pengacara, dan Imigrasi yang akan ”berbicara”.

Artinya?
Meski dalam sidang Labour majikan sudah membayar tuntutan BMI, namun jika majikan terbukti melakukan pelanggaran lain, sidang bisa berlanjut. Dengan catatan: BMI bersedia menjadi saksi atas pelanggaran majikan atau si BMI mau menindaklanjuti tuntutannya.

Sepengetahuan Anda, banyakkah BMI yang menindaklanjuti kasusnya?
Dalam kasus underpay, kebanyakan BMI menolak menindaklanjuti kasusnya, meski tuntutan yang dibayarkan majikan tidak sesuai harapan. Alasannya, sedang beradaptasi di tempat kerja baru atau karena ingin lekas pulang. Makanya, BMI cenderung mengakhiri tuntutan sampai di sidang tribunal. Tetapi, yang saya lihat, BMI yang mengalami kasus berat justru terus berjuang sampai berhasil, meski harus menunggu berbulan-bulan. (Kristina Dian S)


Plan A dan B: Aturan Pemicu Underpay


Salah satu yang membuat banyak BMI di Hong Kong beroleh gaji di bawah standar (underpay), tidak lain karena adanya peraturan Plan A dan Plan B. Kedua istilah ini sejatinya tidak baru bagi calon BMI. Sebab, hampir seluruh PT memberlakukan sistem ini. Kepada Apakabar, salah satu pemilik PT yang berkantor di Sidoarjo tak menampik keberadaan sistem tersebut.

Sumber yang menolak disebut jatidirinya itu juga mengaku, perbedaan plan tersebut telah diberlakukan PT-nya sedari awal. Lelaki paruh baya, yang ditemui Apakabar di kantor salah satu agency di Causeway Bay, itu mengatakan: pembedaan plan A dan B memang disengaja dengan berbagai tujuan.

Plan A diterapkan pada calon BMI yang sudah memiliki pengalaman atau pernah bekerja (eks) di luar negeri. Ia selayaknya memeroleh haknya sebagai pekerja asing. Pada dasarnya, pengalaman BMI yang masuk dalam kategori plan A kecil kemungkinan jika sampai di-terminate majikan.

Kalau si BMI di-terminate masih dalam masa potongan, ada ketentuan yang diberlakukan pihak PT. Yakni, membayar ganti rugi selama tinggal di PT dan biaya-biaya lain, termasuk akomodasi selama persiapan pemberangkatan hingga dipulangkan. ”Tetapi, banyak BMI yang di-terminate majikan tidak mau bayar ganti rugi. Meskipun, pihak keluarga sudah dihubungi,” ujarnya.

Sementara itu, calon BMI yang minim (atau bahkan belum) punya pengalaman kerja luar negeri, dimasukkan dalam Plan B. Si BMI mendapat upah di bawah standar (di bawah gaji yang tertera dalam kontrak kerja), tanpa ada hari libur, karena masih harus beradaptasi dan belajar banyak soal pekerjaan di rumah majikan. ”Jika diperhatikan, BMI dengan gaji standar justru yang paling banyak dipulangkan majikan,” imbuh sumber itu. Agar tidak terlalu membebani ganti rugi yang harus dibayar BMI korban terminate inilah, kenapa ada ketentuan tentang plan A dan B.

Merry, yang berangkat ke Hong Kong pada 1996 membenarkan adanya peraturan yang satu ini. BMI yang pernah setahun menunggu di PT Damas, Cililitan-Jakarta, ini akhirnya diberangkatkan ke negara tujuan dan menjadi salah satu korban dari peraturan PT. Perempuan 35 tahun ini digaji bawah standar, tanpa libur, dan dikenai potongan agen lima bulan berturut-turut.

Hal serupa dialami Eni, BMI asal Madiun, yang berangkat melalui PT Surya Pasific Jaya pada 1995. Hingga kini, ia masih betah dan bertahan bekerja di Hong Kong. ”Peraturan PT seperti itu sudah ada sejak dulu kok, Mbak,” ucapnya kepada Apakabar.

Anak buah New Era Agency yang berkantor di North Point ini mengaku sedikit beruntung, karena hanya dikenai potongan gaji tiga bulan berturut-turut. Padahal, ia tidak memiliki pengalaman atau meninggalkan uang jaminan sebelum diberangkatkan ke negara tujuan.

Kedua BMI yang berangkat melalui agen dan PJTKI yang tidak sama ini mengaku hanya digaji HK$ 1.800 per bulan. Padahal, sewaktu di PT, ia menandatangani kontrak gaji sesuai peraturan negara setempat. Apakah ketika menandatangani kontrak kerja mereka tidak tahu? ”PT tidak menjelaskan dengan jelas soal itu. Kita hanya diminta tandatangan saja,” aku Merry dan Eni seragam, meski dihubungi di tempat berbeda.

Ditambahkan, sesampai di agen pun mereka diminta menandatangani surat dan perjanjian libur yang sesuai dengan prosedur. Faktanya, mereka tidak dikasih hak libur sama sekali, kecuali mereka mau dipotong HK$ 100 untuk sehari libur.

Karena merasa tertipu oleh ulah PT dan agency, sebagian BMI terpaksa memilih kabur dari tempat bekerja. Hal itu didukung pula oleh sikap majikan yang memperlakukan si pekerja dengan sewenang-wenang, diperlakukan tidak layak, dan dirampas pula haknya. ”Ya, untuk apa bertahan kalau gaji tak sesuai dan majikan jahat,” cetus salah seorang BMI, yang kabur dari rumah majikan setelah empat bulan bekerja.

Begitulah. Awalnya, memang banyak BMI yang tidak tahu isi kontrak kerja, yang di antaranya mengatur perihal gaji dan libur. ”Saya sungguh tidak tahu apa isinya. Karenanya, mana pula saya tahu kalau hal itu melanggar peraturan pemerintah negara setempat,” tutur salah seorang BMI yang ditampung shelter ATKI.

Karena miskin informasi itu pula, mereka tidak tahu bahwa pemerintah Hong Kong telah menetapkan upah minimum bagi pekerja asing. Padahal, kalau sampai ketahuan telah melanggar perjanjian yang tertera dalam kontrak kerja, keduanya (majikan dan pekerja) bisa dikenai denda dan hukuman.

Namun, tidak sedikit di antara BMI yang mengaku sudah tahu gaji dan hak libur yang akan diterimanya. ”Tetapi, itu kan peraturan PT,” ujar seorang BMI. Karena itulah mereka tak bisa berbuat apa-apa. ”Takut, kalau sampai digugat balik sama majikan. Karena sebelumnya telah dianggap setuju dengan peraturan agen dan PT.” Apalagi bagi BMI, plan B yang akhirnya memeroleh majikan yang toleran dan memperlakukan dengan baik.

Mereka berusaha terus bertahan dan tak mau ambil pusing soal libur dan gaji yang tak sesuai prosedur. ”Daripada bekerja di Indonesia, apa dapat gaji segitu?” kata Merry, yang kini sudah sembilan tahun bekerja pada satu majikan. Pada kontrak pertama, majikan Merry tidak memberinya libur dan menggajinya underpay.

”Namanya juga masih baru. Saya dulu sering kena marah majikan. Saya juga pernah diancam mau di-terminate kalau kerja tak benar,” tambah Merry seraya terkekeh, menceritakan pengalaman bekerjanya. Janda hitam manis itu kini bersyukur, mampu melalui masa-masa sulit itu. Dulu, Merry tak yakin akan dipertahankan majikan, apalagi sampai nyambung empat kali kontrak kerja.

Selain memberikan kebijakan soal upah dab hak migrasi, pemerintah Hong Kong juga memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma alias gratis. BMI yang mendapat perlakuan tidak layak atau bermasalah dengan majikan, bisa mengajukan atau mengadukan tindakan majikan ke kantor cabang Divisi Hubungan Tenaga Kerja (Labour Relations Division) yang sesuai dari Labour Department. Nah! (Kristina Dian S)

4 komentar di "FENOMENA GAJI BAWAH STANDAR"

Posting Komentar