Segala kegiatan, jika dilakukan dengan senang hati dan penuh konsentrasi, hasilnya tentu akan baik. Tetapi jika konsentrasi terbagi-bagi, pekerjaan pun bisa menjadi kedodoran. Itu yang dialami Ima, pekerja indo, 23 tahun, yang sengaja menemui Apakabar menjelang dideportasi majikan. Kata Ima, majikannya sungguh baik. Lalu, kenapa ia dideportasi?
”Ingin menjadi orang sukses, aku harus bekerja keras dan punya impian hidup. Tanpa itu, ibarat perjalanan tanpa tujuan. Begitulah, aku yang, hanya dengan bondho nekat, berangkat ke luar negeri sebagai seorang tenaga kerja wanita (TKW). Negara pertama yang kutuju adalah Singapura.
Di rumah majikan yang menghuni Bukit Batok Flat 1, aku bekerja sebagai baby sitter untuk seorang bayi yang baru lahir. Meski pengalaman kerjaku di bidang ini sangat minim, namun aku yang kelahiran 1984 ini mampu menyelesaikan dua tahun masa kontrak dengan apik.
Belakangan, karena mendengar gaji di Hong Kong lebih gede, aku pun kembali mendaftar ke salah satu PJTKI di Kota Bandung. Namun, selama di penampungan, aku menemukan keganjilan terkait dengan proses pemberangkatan ke negara tujuan.
Benar-benar ganjil. Seluruh biodataku dipalsukan. Mulai dari nama hingga alamat rumah. Padahal, rilis dari majikanku di Singapura juga aku jadikan lampiran untuk mendaftar masuk PT. Isi rilis tersebut menyatakan: aku telah finish kontrak bekerja di Singapura.
Tidak salah kalau aku kemudian minta keterangan dari pihak PT. Bagaimana pun, aku harus tahu alasan jasa penyalur ini memanipulasi dokumen anak buah. Sebab, menurutku, mengadu nasib ke luar negeri, nyawa jadi taruhannya.
Jawaban mereka? ”Agar namamu mudah diingat. Soalnya, banyak calon nakerwan yang namanya sama dengan kamu.” Lantaran biodata ”imitasi” sudah telanjur dibuat, aku pun berusaha menerima. Walaupun, bayangan ketakutan kerap mengganggu tidurku. Takut akan ada berdampak di kemudian hari.
Tak lama di PT, aku diberangkatkan ke Hong Kong dan ditempatkan di apartemen South Horizons, Aberden. Order yang kuterima hampir sama dengan di Singapura dulu, merawat dua anak asuh. Setiap hari, aku dan keluarga majikanku yang asli Malaysia ini, berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Hanya sesekali pakai bahasa Melayu. Di majikan kedua ini, aku diperlakukan dengan baik. Gaji dan libur pun diberikan sesuai dengan prosedur.
Ya, dalam penilaianku, majikan yang satu ini memang baik. Kalau tidak baik, mustahil ia mau mempekerjakan aku di rumahnya. Nah, pada saat libur, waktuku lebih banyak kuisi dengan menekuni aktivitas multi level marketing (MLM). Aku berharap, kegiatan ini bisa menjadi modal buatku untuk menuju masa depan yang gemilang. Sebab, tidak mungkin selamanya kerja ikut orang ’kan?
Aktivitasku nyambi berbisnis MLM semakin berkembang. Terlebih, majikan memberiku waktu untuk memprospek atau bertemu klien pada hari-hari biasa. Padahal, pada hari dan jam itu, semestinya aku konsentrasi bekerja di rumah majikan. Ujung-ujungnya, relasi dan rekanku sangat banyak sejak aku menggeluti kesibukan baru ini. Mungkin karena punya kenalan dari berbagai kalangan, wawasan dan pergaulanku pun menjadi semakin luas.
Setiap hari teleponku berdering. Tetapi jika ada majikan, telepon aku silent. Cuma, entah dari mana, majikanku tahu kalau aku sering telepon-teleponan. Dan, ini yang membuat majikan murka. Suatu hari, secara tiba-tiba si bos menyuruhku kembali ke agen. Alasannya: tidak puas dengan hasil kerjaku selama aku bekerja 1,3 bulan.
Itu alasan resmi yang disampaikan ke agen. Namun, menurut anak-anak asuhku, mereka sekeluarga memang hendak kembali ke negaranya: Malaysia. Entah mengapa, mereka mengkambinghitamkan diriku dengan menyebutku tidak benar dalam bekerja... Atau, aku memang ”tidak benar” seperti yang dikatakan majikan?
Sedikit banyak, aku memang membenarkan alasan majikan. Gara-gara nyambi bekerja dan keasyikan mengurusi pekerjaan di marketing, aku sering lupa waktu. Lupa mengerjakan urusan rumah. Bahkan, pernah aku terlambat menjemput anak di sekolah.
Tetapi, setiap kali aku melakukan kesalahan, serta merta aku meminta maaf dan majikan pun memaafkan. Beruntung, majikanku memang bukan tergolong orang yang pendendam. Marahnya akan hilang seketika, bila aku menyatakan permintaan maafku dan bilang: ”haji o em hai kamyong co”.
Hingga kini, aku sebenarnya masih belum memahami dan tak dapat menerima kenyataan ini. Itu di luar fakta, bahwa hidup manusia tak ubahnya roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Aku yang pernah berjaya, ternyata harus mengalami petaka yang datangnya tak terduga: di-terminate majikan. Ya, mau bagaimana lagi? Hakku telah diberikan majikan, otomatis aku tidak bisa menuntut apa-apa.” (Kristina Dian S)
KEASYIKAN NYAMBI, AKU DIDEPORTASI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar di "KEASYIKAN NYAMBI, AKU DIDEPORTASI"
Posting Komentar